REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan mengungkapkan aliran dana dari penyalahgunaan wewenang yang dilakuukan Andi Mallarangeng dalam proyek Hambalang.
KPK menetapkan Andi sebagai tersangka dalam kasus tersebut, setelah sebelumnya mencekal Andi untuk berpergian ke luar negeri selama enam bulan. Karena statusnya tersebut, Andi akhirnya memilih mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
"Itu sudah menyangkut substansi duduk perkara, maka KPK membatasi untuk menyampaikan secara terbuka karena ini bagian strategi penyidikan yang tidak mungkin diungkap kepada publik," kata Ketua KPK, Abraham Samad dalam jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (7/12).
Samad menjelaskan sebagai pimpinan ia ingin menyampaikan secara resmi, mengenai pengembangan kasus Hambalang. Sejak 23 Juli 2012 lalu KPK sudah menetapkan seorang tersangka yaitu Deddy Kusnidar selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
Dalam pengembangan berikutnya, penyidik menemukan bukti-bukti adanya keterlibatan berdasarkan dua alat bukti terhadap Andi selaku Menpora, dan pengguna anggaran pada Kemenpora dan ditetapkan secara resmi sebagai tersangka.
Konstruksi hukum dari penetapan Andi Mallarangeng sebagai tersangka, sama halnya dengan Deddy Kusdinar yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sedangkan surat perintah penyidikan (Sprindik) terhadap Andi bersamaan dengan pengajuan surat cekalnya yaitu pada 3 Desember 2012. Dalam penanganan kasus Hambalang ini, lanjut Samad, penyidik sudah menyelidiki dimulai sejak perencanaan anggaran sampai pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, penyidik juga melihat keterkaitan satu pihak dengan pihak lainnya dalam pengembangannya sehingga cukup dianggap bertanggungjawab dan dijadikan sebagai tersangka.
"Siapa yang melakukan penyimpangan mulai perencaan, peran apa, penyimpangannya apa dan dinilai cukup bertangung jawab sebagai tersangka artinya turut serta, (dikenakan) pasal 55 kuhp," tegasnya.