REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menyatakan persoalan Peraturan Pemerintah Nomor 66/2005 tentang manajemen SDM KPK masih akan dibicarakan secara lebih teknis dengan pihak terkait. Ia mengakui masih belum ditemukan kesepakatan mengenai masa tugas penyidik di KPK dari instansi lain.
Tetapi, ia melihat ada keinginan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengegolkan PP tersebut. “Pada prinsipnya kita tangkap presiden punya good will yang begitu kuat untuk bisa mendorong KPK agar bekerja lebih maksimal,” katanya saat ditemui di Kantor Presiden usai pertemuan dengan Presiden SBY selama satu jam, Jumat (7/12).
Namun, ia belum bisa memberikan rincian mengenai poin-poin yang belum disepakati bersama. Termasuk dalam kaitannya dengan lamanya masa tugas penyidik dari instansi lain yang bertugas di KPK. “Kita tidak membahas secara ekplisit, tapi saya tangkap Presiden betul-betul ingin memperkuat SDM yang ada di KPK agar KPK tidak tertatih dalam memberantas korupsi,” katanya.
Juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan PP SDM KPK sudah dibahas dan dibicarakan bahkan sudah disetujui Presiden SBY. Ia menjelaskan pemerintah mendukung agar KPK bisa bekerja efektif dengan adanya aturan tersebut. “Saya katakana itu (PP SDM KPK) sudah disetujui tapi belum ditandatangani. Menyangkut aturan ini agar menunjang kinerja dan efektifitas KPK,” katanya.
Ia menegaskan untuk hal-hal yang berkaitan dengan presiden, terutama aturan, maka para menteri terkait harus tahu dan memberikan paraf sebagai tanda persetujuan agar aturan itu ditindaklanjuti. “Biasanya, menteri terkait ikut memparaf atau tanda tangan. Yang saya ketahui sudah diparaf para menteri teknis terkait hal itu,” katanya.
Sementara itu, Menkopolhukam, Djoko Suyanto, menegaskan dirinya sudah membubuhkan paraf tanda persetujuan pembahasan lebih lanjut mengenai PP tersebut. “Saya sudah paraf,” katanya. Ia menegaskan setiap institusi memiliki aturan mengenai SDM-nya dan perlu saling menghormati aturan domestik masing-masing.
Ia mencontohkan aturan domestik di TNI yang untuk alih status harus ada pengajuan dari anggota TNI. Aturan tersebut dinilainya sama untuk institusi lain yakni adanya pengajuan dari yang bersangkutan untuk mengundurkan diri, supaya ada proses.