REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Simposium nasional pesantren se-Indonesia akhirnya selesai, Senin (17/12). Dalam hasil sidangnya, perwakilan tigaratusan pesantren seluruh Indonesia menyepakati adanya produk hukum sebagai payung keberadaan pesantren.
Produk hukum itu mengacu pada gagasan untuk menggarap Rancangan Undang-Undang Pesantren. Namun, inisiasi RUU nantinya disepakati akan dikawal oleh pesantren sendiri. Hal itu dilakukan hingga RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang.
Menurut Direktur Komunikasi Aspirasi Indonesia, Lukman Hakim Arifin, pesantren mengajukan diri untuk mengawal RUU ke DPR untuk menjamin UU tersebut sesuai dengan harapan pesantren. Sebab, produk hukum itu yang akan menjadi masa depan pesantren di Indonesia.
"UU tersebut harus menjamin keberadaan pesantren serta kemajuannya. Jangan sampai mendegradasikan," ungkap Lukman pada Republika, Senin (17/12).
Poin paling penting dalam UU nantinya, kata Lukman, adalah soal independensi pesantren di Indonesia. Posisi pesantren harus berdiri mandiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun, termasuk pemerintah dengan sistemnya yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Kemandirian ini dipandang sangat penting karena posisi pesantren menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang penuh kepentingan politis. Kesepakatan ini diperoleh usai sidang Komisi A yang membahas relasi pesantren dengan pemerintah.