REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai permasalahan bakso celeng terjadi karena dua faktor, yaitu faktor di hulu dan hilir. Kedua faktor ini dinilai menjadi akar permasalahan kenapa kejadian bakso celeng terus berulang.
"Ini tidak yang pertama kali kan. Permasalahan seperti ini terus terulang ketika harga daging sapi mahal," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (18/12).
Hal ini, tambahnya, memicu pedagang kelas kecil tidak bisa menjangkau harga daging sapi sehingga beralih pada pasokan daging yang lebih murah.
Sementara faktor hilir, tambahnya, merupakan pemicu dari segi lemahnya pengawasan oleh pemerintah di lapangan, seperti di Rumah Potong Hewan (RPH), penggilingan daging, juga di pasaran.
Seharusnya, tambah dia, pemerintah melakukan pengawasan rutin untuk mencegah hal seperti ini terulang lagi. "Kasus ini selalu muncul ketika daging sapi mahal," ujarnya.
Ia menilai, dari pendekatan hukum memang pelaku pembuat daging celeng ini harus dipidanakan karena telah melanggar Undang Undang Perlindungan Konsumen. Sedangkan menurutnya yang lebih besar kesalahannya adalah mereka yang mempermaikan stok daging sehingga harganya melangit.
"Yang seharusnya menjadi sasaran peradilan adalah mereka yang mempermainkan stok daging, seperti sengaja melakukan penimbunan daging sapi dan melakukan distorsi terhadap pasar," katanya.