REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan ada tiga faktor penyebab yang berkontribusi terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Mei lalu.
Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan,faktor pertama adalah awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui. Peringatan Terrain Awareness Warning (TAWS) yang sempat disampaikan, ternyata diabaikan oleh awak pesawat yang berujung pada kecelakaan.
"Pada pukul 14.26 WIB, pilot minta izin untuk turun ke ketinggian 6000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan agar pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06. Izin tersebut diberikan oleh petugas," ujar dia.
Kedua, kata dia, Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan vector dan sistem dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan Minimum Safe Altitude Warning (MSAW) yang berfungsi untuk daerah Gunung Salak.
"Pelayanan Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum untuk melakukan vector pada suatu daerah tertentu dan MSAW yang ada pada sistem tidak memberikan peringatan kepada petugas Jakarta Approach sampai dengan pesawat menabrak," paparnya.
Ia menjelaskan, vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
Hal yang terakhir, kata dia, terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan."Sehingga menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujarnya.