REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiamat 21 Desember 2012 versi suku Maya tidak memiliki landasan ilmiah. Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Jamaluddin, mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari ramalan suku yang hidup di Amerika Selatan itu.
Menurut Thomas, masyarakat keliru menafsirkan akhir penanggalan suku Maya sebagai kiamat umat manusia. Dalam kalender suku Maya, 21 Desember 2012 adalah akhir dari siklus tanggalan 13 baktun suku Maya. Keesokan harinya, 22 Desember, menurut kalender itu berarti dunia akan memasuki penanggalan baru dimulai lagi dari angka satu untuk selama 144 ribu hari lagi.
"Itu bukan ramalan kiamat suku Maya. Itu adalah akhir dari kalender panjangnya. Hanya orang menafsirkan akhir kalender panjang itu dengan keliru," kata Thomas.
Terhadap ramalan suku Maya bahwa kiamat ditandai dengan meledaknya Matahari, Thomas menjelaskan, yang terjadi hanyalah badai Matahari. Badai Matahari adalah hal yang biasa terjadi. Badai dipicu oleh kompleksitas medan magnet Matahari yang tampak sebagai bintik Matahari.