Senin 24 Dec 2012 07:07 WIB
Kaleidoskop Politik 2012

Kaleidoskop Politik: Ketika Menteri Diminta Jadi 'Bumper' Presiden

Sekretaris Kabinet, Dipo Alam.
Foto: Repubika/Agung Fatma Putra
Sekretaris Kabinet, Dipo Alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menteri diartikan kepala suatu departemen (anggota kabinet). Selain itu, menteri juga merupakan pembantu kepala negara dalam melaksanakan urusan (pekerjaan) negara.

Namun, sepertinya perluasan makna terlihat kala terucap dari mulut Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam. Menurut Dipo, menteri harus siap menjadi menjadi 'bumper' Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pernyataan itu juga bernafaskan ancaman di dalamnya, di mana ia akan mengganti para menteri yang tidak bersedia menjadi 'bumper.'

Serangkaian kritikan dan kecaman terlontar menanggapi pernyataan kontroversial Dipo tersebut. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsy misalnya, meminta Presiden SBY meluruskan pernyataan Dipo Alam tersebut.

Aboe Bakar menilai ancaman yang terlontar dari mulut Seskab itu tidak tepat. Ini lantaran Indonesia menganut sistem kabinet presidensil. Jadi, tanggung jawab menteri adalah kepada presiden bukan kepada sekretaris kabinet. 

Malahan seharusnya sekretaris kabinet termasuk pihak yang dievaluasi kinerjanya dan bukan yang mengevaluasi. "Kalau demikian yang terjadi, saya tidak paham. Ini bisa jungkir balik nanti sistem pemerintahan kita. Saya juga tidak tahu apakah Pak Dipo dapat mandat dari Presiden atau bagaimana. Pak SBY perlu meluruskan hal ini," imbuhnya.

Pernyataan Dipo, lanjut dia, juga berpotensi menimbulkan instabilitas politik dan kinerja para menteri. Karena, tidak dapat dipungkiri wacana perombakan kabinet kerap membuat kepemimpinan menteri melemah.

"Karena, para stafnya merasa menterinya sudah di ujung tanduk," kata Aboe Bakar. "Akibatnya loyalitas kepemimpinan menurun, pastilah kinerjanya akan kedodoran."

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPR meminta Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam bersikap profesional dan proporsional. Sekretaris F-PPP, Muhamad Arwani Thomafi mengatakan, ancaman Dipo Alam kepada para menteri tidak pada tempatnya. Karena mengenai penilaian terhadap kinerja menteri dan reshufle merupakan kewenangan Presiden SBY.

"Pak Dipo Alam tidak perlu mengancam. Sebaiknya sesama pembantu presiden bisa berkoordinasi dengan baik, masing-masing bekerja sesuai tupoksinya," kata dia melalui pesan singkat kepada Republika, Jumat (30/12). 

Menurut Arwani, pernyataan seskab ke publik tersebut bisa ditafsirkan ada persaingan subyektif antarmenteri. Padahal, lanjut dia, dalam konstitusi sudah jelas yang mengawasi dan berwenang penuh untuk menilai kinerja menteri adalah Presiden.

"Bukan kali ini saja seskab membuat pernyataan yang mengejutkan dan cenderung kurang produktif. Daripada bikin kisruh, sebaiknya fokus pada tugas masing-masing yang harus diselesaikan," imbuh Ketua DPP PPP Bidang Komunikasi itu.

Ia pun tidak merasa ancaman itu ditujukan kepada Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga Ketua Umum DPP PPP dan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz yang diusulkan PPP. Penilaian PPP, ujarnya, kader partai yang menjabat menteri cukup repronsif dan kinerjanya cukup bagus. 

Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menilai, ancaman Sekretaris Kabinet Dipo Alam terhadap menteri di kabinet menyiratkan tiga hal. Pertama, di kalangan menteri sekali pun sudah tak ada keinginan untuk membela presiden.

"Termasuk melindungi dan menyatakan keberpihakan kepada SBY (Susilo Bambang Yudhoyono-red). Tentu selain Dipo sendiri adanya," katanya kepada Republika, Senin (2/1).

Kedua, tambahnya, menteri-menteri saat ini lebih memilih untuk bekerja sesuai dengan target mereka masing-masing. Bahkan, pada tingkat tertentu, tidak terlalu peduli dengan target yang ditetapkan presiden sendiri. 

Artinya, para menteri bekerja dengan minat masing-masing dan berharap akan mendapat keuntungan politik bagi diri dan kelompoknya.

Ketiga, ucap Ray, pernyataan itu menyiratkan, saat ini SBY tinggal sendiri. Tak ada blok kekuatan besar yang melindunginya. Bahkan tidak teman-teman di koalisi pendukung pemerintah. "Menjelang pemilu, kemungkinan besar ia akan makin ditinggalkan. Makin banyak yang tak peduli terhadap SBY. 

Tentu saja seluruh ini erat kaitannya dengan tabiat bohong ala SBY dan politik pencitraan yang makin disadari tak memberi sumbangsih bagi bangsa ini," cetus dia.

Ray pun menilai, satu-satunya yang membuat SBY bertahan hanya konstitusi yang menggariskan masa bakti presiden selama lima tahun. "Tinggal itu. Sangat dipahami bila kemudian Dipo yang terkadang kelihatan galak itu, akhirnya melempem juga minta dilindungi. Sebab, sekarang ini hanya Dipo yang tampaknya masih setia," tuturnya.

Ia pun melihat pernyataan seskab itu sebagai indikator akan panasnya dunia politik di 2012. Apalagi, lanjutnya, 2012 dianggap sebagai tahun pembeda. Yakni membedakan antara parpol pendukung SBY dan oposisi.

Apalagi, partai politik sudah pada kesimpulan berada di dalam atau di luar sama menguntungkannya. Jika di dalam, justru hanya untuk membesarkan partai politiknya sendiri. Sama dengan ketika partai polirik memutuskan untuk ada di luar koalisi.

"Tampaknya kantong oposisi ini akan makin besar. Parpol jeli menangkap bahwa figur capres adalah anti-tesis gaya kepemimpinan SBY," papar Ray.

Menteri, menurut pengamat politik Charta Politik, Yunarto Wijaya, tidak boleh melindungi kekuasaan politik presiden. Ia menilai, ancama Dipo Alam salah kaprah.

"Ini menyesatkan secara sistemik. Dalam konteks tata negara sudah salah kaprah ketika menteri melindungi kekuasaan politik presiden. Menteri harus professional dan tidak berhubungan dengan konstelasi politik yang ada," katanya ketika dihubungi Republika, Selasa (3/1).

Ia juga menilai, komentar kontroversial Dipo yang telah ke sekian kalinya itu sudah melanggar embarkasi dan melangkahi otoritas presiden sebagai satu-satunya majikan menteri yang ada. Langkah ini pun dianggap berpotensi memperkeruh situasi dan menambah liar kondisi politik yang ada.

Karena menteri tidak boleh terlibat politik praktis, ucap dia, kontrak yang ada antara presiden dan menteri bukan kontrak politik. Melainkan, pakta integritas yang terkait target-target dari kementerian yang di bawahinya. Termasuk menteri-menteri yang berasal dari partai politik.   

Ia menambahkan, masuknya kader partai politik di jajaran kabinet selama ini sudah memberikan efek negatif. Pasalnya, menteri tersebut dipaksa untuk bekerja pada dua pimpinan. Presiden RI sebagai pemimpin kabinet di satu sisi dan partai di sisi yang lain.

"Ucapan Dipo semakin menjerumuskan bahwa kerja utama menteri itu bukan profesional tapi politik. Ini menyesatkan," tambah dia.

Malah, bisa menjadi blunder dan dapat digunakan lawan politik SBY. Karena itu, tambahnya, SBY seharusnya melakukan evaluasi terhadap pernyataan yang dianggap inisiatif politik pribadi tersebut.

"Ini hanya inisiatif politik Dipo Alam dalam memperdiksi konstelasi politik. Masalahnya dia bukan pengamat politik. Dia menteri yang kerja sesuai bidangnya. Komentar itu keluar dari Dipo itu tidak pantas," lanjutnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement