Kamis 03 Jan 2013 13:50 WIB

Dituding Selewengkan Dana Haji, Ini Jawaban Kemenag

Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).
Foto: Antara
Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Menanggapi pernyataan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan adanya dugaan penyimpangan dari dana penyelenggaraan haji, Kementerian Haji dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) memberikan tanggapannya dalam konferensi pers yang berlangsung Kamis (3/1).

Sebelumnya, Kepala PPATK, M Yusuf, menyatakan bahwa dana penyelenggaraan haji yang dikumpulkan dari Ongkos Naik Haji jamaah setiap tahunnya mencapai Rp 80 triliun dan dari dana sebesar itu, PPATK mencatat bunga sebesar Rp 2,3 triliun.

Merespons ini, Dirjen PHU Anggito Abimanyu mengungkapkan, outstanding dana setoran awal BPIH hingga posisi 19 Desember 2012 adalah berjumlah Rp 48,7 triliun, termasuk nilai manfaat (bunga, bagi hasil dan Imbal hasil) sebesar Rp 2,3 triliun. Hasil efisiensi dari operasional penyelenggaraan Ibadah Haji setiap tahun dimasukkan ke rekening Dana Abadi Umat (DAU). ''Hingga hari ini akumulasi DAU berjumlah Rp 2,2 triliun,'' kata dia.

Dia melanjutkan, nilai manfaat dana setoran awal dialokasikan untuk mengurangi BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) untuk biaya pemondokan Makkah, Madinah, Jeddah, General Service Fee (pelayanan umum di Saudi Arabia), katering dan transportasi di Arab Saudi, dan biaya indirect seperti pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, operasional haji dalam dan luar negeri lainnya.

Selanjutnya, Anggito turut menyoroti tudingan PPATK soal adanya oknum yang diperintahkan Kemenag untuk membeli valas dalam jumlah besar. Menurut dia, penukaran valuta asing di lakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan living cost selama di Arab Saudi, khususnya di Makkah. Pengadaan valuta asing tersebut dilakukan oleh BPS devisa dengan metoda pelelangan terbatas dengan prinsip efisiensi dan beban jamaah.

Penyaluran living cost dilakukan di embarkasi dilaksanakan oleh PPIH embarkasi dan pihak perbankan (BPS) pemenang pengadaan. ''Pengadaan valas untuk living cost tidak dilakukan oleh oknum kemenang. Kami meminta PPATK untuk menjelaskan oknum atau orang kemenag yang diduga terlibat dalam pengadaan valas dimaksud,'' ujarnya.

Untuk soal pemilihan bank tertentu untuk menyimpan setoran jamaah, Anggito menyatakan, prinsip pemilihan bank penyimpan setoran awal dan lunas (BPS) dilakukan oleh Jamaah sendiri. Setelah proses tersebut, dana disetorkan ke rekening Menteri Agama di bank tersebut. ''DJPHU tidak melakukan intervensi terhadap pemilihan bank BPS, namun demikian proses memperoleh nilai manfaat (pemindahan dari rekening Giro ke Deposito) di Bank yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan LPS, maksimisasi return dan praktek perbankan yang lazim,'' paparnya.

sumber : rilis
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement