Senin 07 Jan 2013 23:26 WIB

Hina Emir via Twitter, Pria Kuwait Dipenjara Dua Tahun

Bendera Kuwait. Ilustrasi.
Foto: topnews.in
Bendera Kuwait. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Sebuah Pengadilan Kuwait, Senin (7/1), menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada seorang pria yang menghina pemimpin negeri itu dalam jejaring sosial, Twitter. Demikian diungkapkan pengacara pria tersebut. Ia adalah pria kedua yang dijatuhi hukuman untuk kasus penghinaan kepala negara dalam beberapa hari terakhir.

Negara Arab Teluk sekutu Amerika Serikat itu dalam beberapa bulan terakhir telah menekan para aktivis politik yang telah menggunakan laman media sosial untuk mengkritik pemerintah dan keluarga yang berkuasa.

Kuwait telah dilanda serangkaian protes, termasuk satu protes di Ahad (6/1) malam, yang diselenggarakan oleh oposisi sejak Emir yang berkuasa Sheikh Sabah al-Ahmad al-Sabah, menggunakan kekuasaan dalam keadaan darurat pada Oktober untuk mengubah sistem pemungutan suara.

Pengadilan menghukum Ayyad al-Harbi, yang memiliki lebih dari 13 ribu pengikut di Twitter, dengan hukuman penjara dua bulan setelah penangkapannya dan membebaskannya dengan jaminan. 

Harbi menggunakan akun Twitter-nya untuk mengkritik pemerintah Kuwait dan emir. Dia menulis di akunnya pada Ahad, "Besok pagi adalah putusan sidang saya atas tuduhan fitnah terhadap emir, penyebaran berita palsu."

Pengacaranya, Mohammed al-Humidi, mengatakan Herbi akan mengajukan banding terhadap putusan itu. "Kami sangat terkejut karena Kuwait telah dikenal secara internasional dan di dunia Arab sebagai negara pecinta demokrasi," kata Humidi.

"Orang-orang terbiasa untuk demokrasi, tapi tiba-tiba kita melihat konstitusi sedang dirusak." Pada Ahad, Rashid Saleh al-Anzi dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas kicauannya di Twitter yang "mengritik hak dan kekuasaan emir", menurut harian dalam jaringan Alaan. 

Anzi, yang memiliki 5.700 pengikut Twitter, diperkirakan akan mengajukan banding. Kuwait, sekutu AS dan produsen minyak utama, telah mengambil kebijakan tegas untuk komentar politik sensitif yang ditayangkan di Internet.

Pada Juni 2012, seorang pria dijatuhi hukuman 10 tahun penjara setelah ia terbukti membahayakan keamanan negara dengan menghina Nabi Muhammad SAW dan para penguasa Muslim Sunni di Arab Saudi dan Bahrain melalui media sosial.

Dua bulan kemudian, pihak berwenang menahan Sheikh Meshaal al-Malik Al-Sabah, seorang anggota keluarga yang berkuasa, atas pernyataan di Twitter yang menuduh pemerintah korupsi dan menyerukan reformasi politik, kata seorang aktivis hak asasi manusia.

Demonstrasi publik tentang isu-isu lokal biasa terjadi di negara yang paling memberi peluang pada perbedaan pendapat di kawasan Teluk. Kuwait juga telah berupaya menghindari kerusuhan massa Kebangkitan Arab yang telah menggulingkan empat diktator veteran Arab dalam dua tahun terakhir.

Tapi ketegangan telah meningkat di Kuwait antara pemerintah yang dipilih, yang mana anggota keluarga yang berkuasa memegang jabatan-jabatan tinggi, dengan parlemen terpilih dan kelompok-kelompok oposisi. 

sumber : Antara/ Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement