REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) setuju dengan intervensi militer Prancis di Mali. Sekjen PBB, Ban Ki-moon, mengatakan aksi tersebut mendapat dukungan internasional.
Kata dia, aksi tersebut atas permintaan Pemerintahan di Bamoko.''Kami (internasional) mendukung bantuan (militer) menanggapi situasi dari kelompok bersenjata dan teroris,'' kata Ki-moon, dalam pernyataannya di Markas PBB, Senin (14/1), dan dilansir Reuters, Selasa (15/1).
Menurutnya, tidak ada pilihan lain melawan dorongan yang mengganggu pemerintahan yang sah di negara Afrika Barat itu. Kelompok bersenjata di Mali bagian utara melakukan kudeta militer untuk membentuk negara sendiri, sejak Maret tahun lalu. Kelompok tersebut sempat menyerang pemerintahan di ibu kota.
Kepemimpinan Presiden Amadou Toumani Toure terancam. Presiden mengadukan persoalannya ke Forum Kerja sama Ekonomi Negera-negara Afrika Barat (ECOWAS), dan mendapat respon baik. Semua anggota mengatakan setuju, dan membantu serangan militer ke wilayah utara negara bekas koloni Prancis tersebut.
PBB juga memberikan sinyal hijau. Dewan Keamanan PBB, sejak akhir tahun lalu menyetujui pembentukan militer gabungan, yang terdiri dari 3.300 prajurit perang, dari masing-masing anggota ECOWAS. Prancis juga mengulurkan tangan untuk menjadi penyerang utama dalam invansi kali ini.
Prancis meyakini, kelompok bersenjata adalah ancaman. Serangan udara dimulai dengan membombardir wilayah gurun tersebut sejak Jumat (11/1). Internasional yakin, kelompok bersenjata itu, punya afiliasi kuat dengan kelompok teroris internasional, Alqaidah. Serangan Prancis juga mendapat bantuan dari negara-negara Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS).
Duta Besar Prancis di PBB, Gerard Araud mengatakan, tindakan negaranya adalah sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB, yang mengatur tentang hak kolektif untuk mempertahankan diri. Kata dia, serangan pembuka itu adalah untuk memastikan pasukan perang ECOWAS menyisir sisa-sisa perlawan kelompok bersenjata, melalui darat.