REPUBLIKA.CO.ID, Nama Muhammad Saggaf kemudian diganti oleh sang ayah, tepatnya setelah Saggaf menuntaskan ibadah haji.
Sang ayah mengganti nama putranya menjadi Haji Muhammad Zainuddin.
Pada masa-masa awal di Tanah Suci, ia memanfaatkan waktu dengan belajar agama di Masjidil Haram. Kala itu, ayahnya sangat selektif mencarikan guru untuk sang anak.
Sikap sang ayah bisa dipahami, mengingat guru adalah sumber ilmu, kebenaran, dan teladan bagi muridnya. Itulah sebabnya proses pencarian guru ini berlangsung cukup panjang karena sang ayah tak ingin generasi pelanjutnya itu tak mendapatkan guru yang terbaik.
Dua belas tahun lamanya ia menimba ilmu di Tanah Suci. Salah satu guru yang pernah mengajarnya adalah Syekh Marzuki. Ia adalah pria keturunan Arab kelahiran Palembang yang telah lama bermukim di Makkah dan mengajar mengaji di Masjidil Haram.
Pengelanaan Muhammad Zainuddin dalam mencari ilmu di Tanah Suci akhirnya bermuara di Madrasah al-Shaulatiyah, Makkah. Saat itu pemimpin madrasahnya adalah Syekh Salim Rahmatullah, putra Syekh Rahmatullah yang menjadi pendiri Madrasah al-Shaulatiyah.
Madrasah ini merupakan perintis dalam dunia pendidikan di Arab Saudi. Nama besar madrasah ini telah melintas batas negara, tak terkecuali di Indonesia.
Di tempat ini, Zainuddin mempelajari beragam ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan ulama-ulama terkemuka Kota Suci Makkah.
Ia dikenal sebagai murid yang tekun dan rajin. Tak heran, ia cukup cepat menuntaskan studinya di madrasah ini.
Normalnya, dibutuhkan waktu sembilan tahun untuk menyelesaikan studi di tempat ini. Namun, siswa asal Pulau Lombok ini mampu menyelesaikan studi hanya dalam waktu enam tahun.
Ikuti Whatsapp Channel Republika