Kamis 17 Jan 2013 18:41 WIB

TGH M Zainuddin Abdul Majid, Pendakwah Islam di NTB (3)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
TGH M Zainuddin Abdul Majid (kanan).
Foto: blogspot.com
TGH M Zainuddin Abdul Majid (kanan).

Berdakwah di Tanah Air

Usai menimba ilmu di Tanah Suci, M Zainuddin kembali ke tanah kelahirannya. Ia pun memulai aktivitas dakwahnya ke berbagai pelosok.

Namanya mulai dikenal banyak orang. Pada masa itu pula, masyarakat setempat memberinya gelar Tuan Guru Bajang.

Melihat kondisi masyarakat Lombok yang saat itu masih terbelenggu oleh kebodohan dan keterbelakangan, Tuan Guru terpanggil untuk melakukan pembenahan.

Ikhtiar awalnya dilakukan dengan membuka pengajian untuk masyarakat dengan sistem halaqah.

Ia pun mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan. Nahdlatul Wathan berarti membela Tanah Air. Nama ini diberikan karena adanya semangat untuk ikut membela Tanah Air dari penindasan kaum penjajah.

Dengan berbekal ilmu yang dimiliki, Tuan Guru mampu tampil sebagai  ulama yang mempunyai kompetensi besar dalam mencetak kader ulama.

Pada masa ini terbentuklah jenjang pendidikan yang khusus untuk mencetak kader ulama. Lembaga ini diberi nama Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits. Ia juga selalu berupaya melakukan inovasi untuk meningkatkan pengetahuan agama masyarakat.

Tuan Guru tercatat sebagai perintis sistem madrasah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama di NTB. Ia juga membuka lembaga pendidikan khusus bagi wanita, mengadakan Syafatul Qubra, menciptakan hizib tarekat Nahdaltul Wathan, membuka sekolah umum, hingga menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia.

Nah, di antara karya-karyanya itu, yang masih berkibar hingga kini adalah Nahdlatul Wathan, sebuah organisasi massa Islam terbesar di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Organisasi yang berdiri pada 25 Agustus 1935 tersebut, kini mengelola sejumlah lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Inilah buah karya dari Tuan Guru asal Pancor. Berbekal penguasaan ilmu yang mumpuni, ia telah melakukan perubahan dan pencerdasan bagi masyarakat sekitarnya.

Tak heran, ketika ajal datang menjemputnya di usia 102 tahun, begitu banyak pelayat yang melepasnya. Hingga kini makamnya pun tak pernah sepi dari para peziarah yang datang dari berbagai tempat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement