Kamis 31 Jan 2013 08:26 WIB

Presiden PKS Jadi Tersangka, Ini Dampaknya Bagi Partai

Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq (kiri) dan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq (kanan).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq (kiri) dan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center for Indonesian Reform (CIR) Sapto Waluyo menepis dugaan bahwa kredibilitas PKS akan rusak karena proses penahanan petinggi partai itu LHI oleh KPK.

"Dalam jangka pendek mungkin terjadi goncangan, tapi kader dan konstituen PKS tergolong kelompok terdidik dan solid. Mereka akan mencermati langkah KPK, apakah profesional dan akuntabel dalam menyidik kasus itu," katanya di Jakarta, Kamis.

CIR merupakan lembaga kajian strategi dan kebijakan, serta rujukan informasi untuk masalah ekonomi, politik, sosial-budaya, sains-teknologi, hukum dan hak asasi manusia (HAM). Lembaga itu didirikan pada 30 November 2001 di Jakarta.

"Jika tidak, maka kredibilitas KPK yang justru jadi pertaruhan," tambah Sapto, yang pernah terlibat menyusun RUU KPK bersama panitia yang dipimpin Prof. Romli Atmasasmita.

Anggota tim perumus RUU waktu itu termasuk Taufiqurrahman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, dan Teten Masduki yang mewakili LSM.

Ia mengemukakan, salah satu prosedur tetap yang harus dilakukan KPK sebelum menetapkan tersangka (dalam tahap penyidikan), maka harus dilakukan proses penyelidikan seperti pengumpulan bahan bukti dan pemeriksaan saksi yang cermat dan komprehensif.

"Sebab, sekali seseorang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK, maka tak ada SP3. Kasus itu harus dituntaskan sampai peradilan, meskipun proses peradilan bisa beresiko dibebaskannya tersangka/terdakwa," katanya.

Untuk itu, kata dia, penetapan tersangka biasanya didahului gelar perkara oleh penyidik dan rapat pimpinan. Jika pimpinan berbeda pandangan, maka dilakukan pungutan suara.

"Di situlah profesionalitas KPK diuji," kata Sapto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement