REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin optimistis, pembentukan koalisi partai Islam melalui Poros Tengah bisa mendongkrak perolehan suara. Belajar dari masa lalu, suara gabungan partai Islam sendiri cukup tinggi.
Pada Pemilu Reformasi, terang Din, suara gabungan partai Islam sebesar 39 persen. Pada pemilu 2004, suara gabungan partai Islam sebesar 35 persen, dan pada pemilu 2009, suara gabungan partai Islam sebesar 25 persen. “Meskipun mengalami penurunan suara gabungan partai Islam masih cukup signifikan,” katanya di Jakarta, Selasa, (12/2).
Suara gabungan partai Islam kala itu, sambung Din, masih lebih tinggi dari suara Partai Demokrat. Mereka bisa mengusulkan calon presiden. ''Minimal mereka bisa mengusulkan calon wakil presiden,'' jelas Din.
Sayangnya, kata Din, partai-partai Islam tidak peduli dengan gagasan Poros Tengah. Mereka malah menyerah tanpa syarat dengan membentuk koalisi bersama Partai Demokrat. Padahal mereka diberi amanat untuk menyuarakan aspirasi umat Islam.
Sikap mereka yang seperti itu, kata Din, membuat mereka tidak memiliki nilai tawar di depan Partai Demokrat sehingga akhirnya dalam membuat kebijakan mereka tidak bisa menyampaikan amanat umat Islam.
''Ini bisa terlihat dari diamnya partai-partai Islam saat pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Padahal kenaikan harga BBM merugikan umat Islam sebagai penduduk mayoritas Indonesia,'' jelas Din.
Din lalu menjelaskan pengertian Poros Tengah. Menurut Din, Poros Tengah adalah koalisi partai Islam dan partai berbasis massa Islam. Tak berarti partai-partai itu merger.
Mereka bisa berbagi visi dan misi demi kepentingan bangsa dan umat Islam tapi tetap fokus mengembangkan partainya masing-masing. “Jadi, eksistensi masing-masing partai tetap ada,” ujarnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, jelas Din, partai Islam justru citranya semakin terpuruk. Ada partai Islam yang tersangkut skandal korupsi bahkan sampai anggotanya dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maka wibawa partai Islam semakin turun sehingga membuat umat Islam semakin enggan memilih mereka.
Meski demikian, ujar Din, ia tetap mendorong partai-partai Islam berkoalisi dan tak egois mementingkan kepentingannya sendiri-sendiri sehingga melupakan amanat dalam menyuarakan kepentingan umat Islam. Din tetap mendorong partai Islam untuk berubah meski kala itu mereka menolak pembentukan Poros Tengah.
Adanya isu pertemuan partai Islam yang ingin bergabung membentuk Poros Tengah, Din mengaku tidak tahu. Namun jika hal itu terjadi, itu adalah kabar yang baik.
Ia juga berpesan agar partai-partai Islam tidak meninggalkan ormas-ormas Islam. ''Ormas Islam banyak yang usianya jauh lebih tua dari partai Islam itu sendiri,'' ujarnya menjelaskan.
Din menghimbau agar partai-partai Islam tidak menggunakan nama Islam jika tidak membela kepentingan umat Islam dan tidak berperilaku Islami.
Jika partai Islam anggotanya masih ada yang korupsi dan tidak berperilaku Islami sebaiknya tidak usah memakai nama Islam. “Sebaiknya mereka menjadi partai sekuler saja,” kata Din menegaskan.
Terkait bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang berbasis massa non Muslim, Din mengatakan, itu adalah hak PAN untuk berkoalisi dengan partai apa pun.
Menurut Din, PAN tidak ada hubungannya dengan Muhammadiyah. Lagi pula para pengurus PAN juga sudah menyatakan mereka bukan partai Islam. ''Mereka adalah partai terbuka yang bisa berkoalisi dengan partai mana saja,'' jelas Din.
n