REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Ulfah menilai usia 16 tahun adalah usia seseorang masih kanak-kanak. Artinya, jika ada perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang masih diusia 16 tahun, berarti laki-laki itu menikah dengan anak-anak.
"Bagi kami usia 16 masih anak-anak, kalau menikah dengan usia itu ya menikah dengan anak-anak," ungkap Ulfah, Rabu (13/2).
Menurut Ulfah, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, usia minimal perempuan dapat menikah adalah 18 tahun. Batasan usia minimal dalam UU Perkawinan harus direvisi. Sebab, UU tersebut dibuat pada tahun 1974 lalu. Artinya selama kurun waktu hampir 40 tahun, mestinya ada revisi UU tersebut mengikuti perkembangan saat ini.
Terlebih dalam temuan dunia kedokteran, kata Ulfah, usia 16 tahun pada perempuan, organ reproduksinya masih tumbuh. Kalau dipaksakan untuk hamil, maka risiko terjadi pendarahan sangat besar. Selain itu, kata Ulfah, usia anak harus diselamatkan dan dilindungi. Agar tumbuh kembangnya berjalan dengan lancar.
Ulfah menambahkan, namun revisi UU untuk batasan usia nikah harus didasari kajian yang komprehensif. Bukan asal menaikkan tingkat usia semata. Ada banyak faktor yang perlu dikaji. Sebab, umur bukan satu-satunya dasar kematangan seseorang.
Faktor Psikologis, sosial budaya juga sangat berpengaruh terhadap matang tidaknya seseorang. Artinya, dasar seorang perempuan matang bukan hanya dilihat dari fisik semata. Kematangan inilah yang jadi modal utama pernikahan. "Menikah tidak sekadar menghalalkan hubungan, ada faktor kematangan yang berperan," ungkap Ulfah.
Namun, menurut Ulfah, usia ideal untuk menikah sangat relatif tergantung dari tiap individu. Sebab, banyak faktor yang berperan disini. Minimal, kata Ulfah, KPAI melihat usia menikah saat perempuan sudah lulus Sekolah Menengah Atas atau di usia 18 tahun.