REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -– Maraknya taksi gelap dijadikan ajang saling lempar tanggung jawab Angkasa Pura (AP) II dan Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Penindakan di anggap masih setengah-setengah.
"Taksi gelap itu kewenangan AP II. Tugas kita jika mereka masuk dalam wilayah hukum," ujar Kepala Bagian Humas Polres Bandara Soekarno-Hatta, Agus Tri, di Bandara Soetta, Tangerang, Banten, Jumat (22/2).
Agus Tri mengatakan, setiap apapun yang berhubungan dengan pengelolaan di Bandara merupakan kewenangan dari AP II. Kalau ada hal yang melanggar hukum baru Polisi menindak. "Jasa itu pengelolaannya AP II, seperti taksi bandara," katanya menegaskan.
Taksi gelap tersebut seperti sudah dikoordinir. Mereka menyebar di segala penjuru Bandara, terutama titiknya di Terminal kedatangan. Taksi gelap tersebut tentu memiliki calo untuk mencari penumpang yang baru datang, menawarkan mereka jasa 'antar', lantas memberitahu penumpangnya kalau ditanya petugas bandara atau polisi agar mereka menjawab salah satu keluarga menjemput.
"Modusnya mereka jadikan penumpang adalah saudaranya," kata agus.
Calo taksi gelap tersebut menyebar mencari penumpang yang tidak tahu arah pulang. Kebanyakan penumpang domestik, dan dipatok tarif untuk jarak dekat sebesar Rp 200 ribu. Menurut Agus, pihaknya tidak bisa menindak, karena taksi gelap tidak berbentuk taksi, tapi mobil Plat hitam seperti Avanza dan Xenia. "Mereka juga bayar parkir," kata Agus.
Agus mengatakan, tindakan untuk taksi gelap hanya berupa tilangan jika ketahuan beroperasi. Ini yang membuat pihak Polres Bandara kesulitan. Mereka membayar tilang di pengadilan sebesar Rp 50 ribu. Dan besoknya beroperasi lagi.
Pihak Kepolisian, menurut Agus selalu objektif, kalau hanya sekadar parkir tidak akan ditangkap. Untuk jumlah taksi gelap yang beroperasi di Bandara, Pihak Kepolisian mengaku belum memilikinya.
General Affairs Manager Bandara Soetta, Yudis Tiawan mengatakan, pihak bandara selalu melakukan operasi terkait maraknya taksi gelap yang beroperasi. Sementara, untuk penindakan pihak AP II tidak bisa melakukannya karena hal tersebut merupakan wewenang kepolisian.
Yudis menyontohkan, seperti pedagang parfum yang berkeliaran di Bandara. Petugas AP II hanya mengamankan parfumnya saja, tapi orangnya tidak dapat ditahan, karena pihak AP II tidak ada status hukum menindak pedagangnya.
Menurut Yudis, kalau sudah seperti ini, dibutuhkan kesigapan dari Polres untuk menindak, karena mereka yang memiliki kewenangan tersebut. "Tapi Polisi kerap kali berkilah tidak ada laporan," katanya.
Yudis juga mengatakan, untuk memberantas praktek percaloan dan taksi gelap, pihak AP II tidak bisa bergerak sendirian. Butuh bantuan dari berbagai elemen seperti kepolisian untuk penindakan secara hukum.