REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) mendapat tentangan tidak hanya dari Koaliasi Kebebasan Berserikat (KKB), melainkan juga dari serikat buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) Said Iqbal menolak RUU Ormas disahkan dengan alasan wajib mendaftar ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Namun, tudingan itu ditepis Kepala Sub Direktorat Ormas Kemendagri Bahtiar yang menyatakan, RUU Ormas tidak mengatur tentang organisasi atau federasi buruh. Pasalnya, setiap organisasi yang sudah memiliki payung hukum sendiri, seperti juga Pramuka dan Palang Merah Indonesia (PMI) maka bersifat lex specialis dan tunduk pada undang-undang bersangkutan.
"Ini penting dijelaskan ke publik agar tidak timbul misinformasi dan tak perlu demo turun ke jalan," kata Bahtiar di Jakarta, Rabu (27/2).
Direktur Ketahanan Seni, Kebudayaan, Agama, dan Kemasyarakatan Kemendagri Budi Prasetyo menjelaskan, serikat buruh atau pekerja sebagai organisasi yang dibentuk pekerja di dalam dan di luar perusahaan, hanya tunduk pada Pasal 18 UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Karena itu, mereka tidak perlu mendaftar sebagai ormas di Kemendagri karena tidak menjadi ranah pengaturan RUU Ormas.
Dalam UU 21/2000 disebutkan, serikat buruh atau pekerja wajib mendaftar atau memberitahu secara tertulis keberadaan organisasinya kepada dinas tenaga kerja setempat. Selain tidak mengatur organisais buruh, kata dia, RUU Ormas juga tidak berwenang mencampuri organisasi, seperti Karang Taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Menurut Budi, penyesatan opini yang menyatakan serikat buruh atau pekerja harus mendaftar itu tidak benar. Dia menduga, ada pihak tertentu yang merusaha menarik teman serikat buruh untuj ikut serta ke dalam gelombang penolakan pengesahan RUU ormas. "Ini yang patut kita pertanyakan," kecam Budi.