REPUBLIKA.CO.ID, SABAH -- Filipina berulangkali mengatakan kepada kelompok bersenjata yang mengaku dari negara tersebut di Sabah, Malaysia, untuk meletakkan senjata mereka dan pulang ke rumah.
Presiden Filipina, Benigno Aquino, mengatakan ia menduga oposisi negaranya mendukung kelompok tersebut jelas dalam upaya untuk merusak dirinya menjelang pemilihan kongres bulan Mei mendatang. Aquino menghadapi tekanan dari lawan untuk mendukung penolakan Malaysia terhadap klaim kelompok sultan Sulu atas Sabah, yang tetap menjadi tujuan kebijakan aktif Filipina.
Aquino mengatakan, oposisi yang mendorongnya sebagai cara merusak perjanjian perdamaian yang bersejarah yang ditandatangani dengan pejuang Muslim tahun lalu, dan menyebutnya sebagai konspirasi.
Kesultanan Sulu menuntut pengakuan dan pembayaran sewa yang meningkat dari Malaysia terhadap klaim mereka sebagai pemilik yang sah dari Sabah, yang kesultanan disewakan kepada kolonialis Inggris pada abad ke-19. Tapi Malaysia menolak tuntutan itu. Akibatnya, dua polisi Malaysia dan 12 loyalis sultan Sulu tewas ketika pasukan keamanan Malaysia baku tembak yang terjadi pada hari Jumat (1/3).
Setelah peristiwa itu, kekerasan lebih banyak terjadi selama akhir pekan.Sedikitnya 27 orang tewas dalam bentrokan antara pasukan Malaysia dengan orang-orang bersenjata dan kesultanan Sulu dari Filipina.
Ketidakamanan juga telah mengganggu operasi di industri besar minyak sawit di Sabah. Masalah yang berkepanjangan bisa mengurungkan minat investor terhadap proyek-proyek energi dan infrastruktur di negara bagian itu.