REPUBLIKA.CO.ID, MANILA--Anggota pasukan milisi Filipina yang seharusnya melucuti persenjataanya pada 1990-an sebagai bagian dari perjanjian damai ternyata terlibat dalam pertempuran mematikan di Malaysia. Pemimpin kelompok milisi tersebut mengakui itu, Selasa (5/3).
Nur Misuari, yang mendirikan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pada akhir 1960-an, mengonfirmasi 'pejuang pembebasan' dari kelompoknya adalah bagian dari milisi yang dikirim oleh Sultan Sulu untuk mengklaim negara bagian Sabah, Malaysia.
"Saya tidak bisa menyangkal bahwa sebagian dari mereka adalah anggota pejuang pembebasan MNLF," ujar Misuari dalam jumpa pers di Manila seperti dilaporkan oleh AFP, Selasa. Hanya saja, ia berkeras tidak terlibat secara personal dalam konflik terebut.
"Mereka pergi ke sana tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak memerintahkan siapa pun untuk bergabung ke sana sehingga sangat tidak bertanggung jawab bila ada tuduhan yang menyalahkan kami," ujar Misuari menegaskan.
Pernyataan itu disampaikan saat mengunjungi Jamalul Kiram III, tokoh yang memproklamirkan diri sendiri sebagai Sultan Sulu, sosok yang mengirimkan 100 hingga 300 orang dari Filipina selatan ke Sabah pada 12 Februari untuk menekankan klaim kepemilikannya.
Pejuang pembebasan MNLF terlibat dalam pertempuran bersenjata selama berdekade melawan pemerintahan Filipina, hingga menimbulkan korban puluhan ribu nyawa.
MNLF menuntut negara merdeka di wilayah selatan Filipina sekaligus mengklaim negara bagian Sabat sebagai bagian kampung halaman leluhur mereka.
Grup tersebut akhirnya meneken perjanjian damai dengan pemerintah Filipina pada 1996. Berdasar kesepakatan damai, MNLF mendapat hak otonom di wilayah selatan dan melepaskan Sabah dari tuntutan.
Perjanjian damai MNLF menimbulkan ketidakpuasan dari anggota yang beraliran keras sehingga munculan sempalan yang menamakan diri Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang meneruskan perjuangan untuk menuntut kemerdekaan penuh, bukan wilayah otonom.
MILF kini juga hampir mencapai kesepakatan dengan pemerintah dan mengabaikan klaim atas Sabah sepenuhnya. Situasi itu dinilai berpotensi membuat MNLF kehilangan pengaruh politik di selatan Filipina.
Pengamat berspekulasi anggota MNLF diduga ikut meluncurkan serangan ke Malaysia karena mereka takut kehilangan kekuasaan. Spekulasi itu dibantah oleh Misuari yang menegaskan MNLF tidak pernah terlibat secara langsung secara keorganisasian dalam serangan di Sabah. Malah, ia menawarkan pergi ke Kuala Lumpur untuk memediasi solusi damai.