Jumat 08 Mar 2013 17:57 WIB

Bupati Sleman Tak Tahu PKL Dikenai Pajak

Rep: andi ikhbal/ Red: Taufik Rachman
Pedagang Kaki Lima (ilustrasi)
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Pedagang Kaki Lima (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN--Bupati Sleman, Sri Purnomo mengaku belum mengetahui adanya pungutan pajak restoran terhadap para Pedagang Kaki Lima (PKL). Namun baginya, para penjual makanan yang tergolong memiliki omset tinggi per bulan wajib berkontribusi untuk membayarkan pajak tersebut.

Sri mengatakan, bukan karena pedagang itu dikatakan PKL lantas tidak ada kewajiban membayar pajak. Justru, saat ini, banyak warung makan pinggir jalan yang terpantau ramai dikunjungi pembeli, bahkan omsetnya mencapai puluhan juta per bulan.

''Yang seperti itu, wajib dimintai pajak,? kata Sri pada Republika usai menghadiri acara di Desa Caturharjo, Sleman, Jumat (8/3).

Dia menambahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman tentunya juga akan berlaku adil dalam memberikan toleransi terhadap pajak tersebut. Terlebih, target mereka adalah para PKL yang dinilai sebagai pedagang kecil.

Sebelumnya, beberapa PKL di kawasan Sleman, mengeluhkan kebijakan pajak restoran yang dinilai kurang tepat sasaran. Karena, warung makan tenda yang berada pinggir jalan itu, tentunya tidak bisa disamakan dengan restoran.

Sekertaris Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Pemkab Sleman, Harda Kiswaya mengatakan, berdasarkan Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 yang kemudian diturunkan menjadi Peraturan Daerah (perda) Nomor 2 Tahun 2011 menyebutkan, kriteria wajib pajak yakni, memiliki tempat untuk menyantap makanan. Dengan begitu, meski kebearadaanya di luar ruangan, tetap akan dikenakan penarikan tersebut.

''Tidak ada kriteria spesifik, asalkan ada tempat menyantap walau hanya satu kursi, sudah tergolong restoran'' kata Harda.

Ketua Komisi B DPRD Sleman, Samsul Bakrie menyatakan, sebelum timbul masalah ke depannya, Pemkab Sleman perlu mengantisipasi keluhan itu. Bila harus mengacu pada Perda, maka PKL harus mendapat sosialisasi agar paham soal pungutan pajak yang dikenakan pada mereka.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement