REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Penangkapan Hercules Rosario Marshal Jumat (8/3) oleh kepolisian dinilai sebagai langkah berani dari pihak berwenang dalam memberantas premanisme. Meski pun tindakan itu disanksikan akan berpengaruh besar.
Pengamat kepolisian Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar memandang premanisme sebagai aksi kriminal yang tak pernah bisa dihapus.
"Premanisme sangat sulit sekali diberantas. Mereka meski hanya kejahatan jalanan, tapi akarnya adalah pertahanan sosial negeri ini sangat lemah," kata dia saat dihubungi Republika Ahad (10/2).
Hal lain yang membuat premanisme sukar diberantas yaitu kontrol sosial yang masih buruk di Indonesia. Ini diperburuk dengan lemahnya aparat penegak hukum di tengah masyarakat.
"Premanisme itu bagaikan refleksi ketidakmampuan aparat dalam menjaga sistem sosial. Alhasil dari atas hingga bawah, tindakan premanisme selalu ada setiap hari," ucap dia.
Namun Bambang tetap menghargai upaya polisi yang membekuk Hercules. Karena, tindakan itu bisa menjadi langkah awal untuk memberantas premanisme di Jakarta.
"Tapi perlu ditekankan juga, aparat sendiri harus bisa meminggirkan sikap preman dalam diri mereka. Nantinya, berangsur-angsur secara alamiah masyarakat akan mengikuti hingga aksi premanisme dapat diredam," paparnya.
Sementara itu, Kompolnas mengapresiasi langkah yang dilakukan kepolisian. "Semua tahu siapa dia (Hercules). Ini dapat menjadi momentum tepat kikis premanisme," ujar anggota Kompolnas M Nasser, Ahad (8/3).
Ada tiga pasal yang dikenakan pada pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur yang disebut preman paling ternama di Jakarta tersebut. Yaitu, pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal 214 KUHP tentang melawan petugas dan pasal 170 KUHP tentang kekerasan. Serta pasal 2 UU Nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata.