Selasa 12 Mar 2013 21:26 WIB

Membangun Keluarga Dakwah

Dakwah islamiyah (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Dakwah islamiyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb

Alhamdulillah, keluarga kami saat ini dalam keadaan baik-baik saja. Istri saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta, saya sendiri pegawai negeri sipil, anak kami ada yang di SMP dan SMU.

Kesibukan kami dalam mencari nafkah hampir menyita keseluruhan waktu kami, sehingga tak tersisa bagi kami untuk berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah.

Sebagai kepala rumah tangga yang pernah menjadi aktvis dakwah, saya merasa bersalah dalam membangun keluarga. Saya ingin sekali menjadi keluarga yang tidak hanya sakinah, mawaddah, dan rahmah, tapi memiliki keluarga dakwah, seperti yang pernah saya idam-idamkan semasa kuliah dulu. Pertanyaan saya, apa yang harus saya lakukan agar saya bisa merealisasikannya dengan kondisi yang ada saat ini?

Abdullah Azzam - Depok

Waalaikumussalam wr wb

Visi berumah tangga bagi seorang mukmin sudah ditetapkan dalam Alquran oleh Allah Azza wa Jalla, yaitu lindungilah diri sebagai kepala rumah tangga kemudian seluruh anggota keluarga dari siksa api neraka.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim [66]: 6).

Membangun keluarga dakwah adalah cara hidup keluarga para Nabi dan para pejuang penegak agama Allah dari kalangan shiddiqin, syuhada, dan shalihin.

Yang dimaksud keluarga dakwah adalah sebuah keluarga yang telah memenuhi kebutuhan pokok minimum bagi seisi keluarga tersebut, sehingga dapat dijadikan teladan atau mengajak keluarga lain kepada Allah.

Berdakwah maksudnya adalah menyeru manusia kepada Allah. Yang dimaksud menyeru kepada Allah adalah menyeru manusia kepada agama Allah, kepada al-Islam. Al-Islam yang dimaksud adalah yang dibawa oleh Muhammad SAW.

Tidak bercampur dengan keyakinan di luar ajaran Rasulullah saw yang menjurus kepada syirik dan Jahiliyah. Ini mengingat maraknya gaya dakwah yang justru menggiring umat kepada syirik dan Jahiliyah.

Di atas pondasi ketentraman, kedamaian, dan ketenangan individu (assakinah) sebagai bekal untuk merajut rasa cinta kasih nan membara pada pasangan karena Allah (mawadah).

Kemudian, menghiasi hubungan dan rumah tangga dengan berbagai bentuk kebajikan yang dapat mendatangkan rahmah Allah SWT (rahmah).

 Barang siapa dapat mengintegrasikan ketiga nikmat besar ini maka semakin besarlah kekuatan yang dimiliki sebuah keluarga untuk menjalankan misi dakwah kepada lingkungan yang terdekat, sebagaimana dakwah Rasulullah SAW bersama Khadijah RA kepada keluarga dekat mereka (al-'asyirah al-aqrabun).

Untuk itu, bagi yang ingin membangun keluarga dakwah, setidaknya ada tiga pilar penting yang harus tegak dalam sebuah rumah tangga.

Pertama, pilar ibadah. Keluarga kita harus menjadi teladan dalam hal ibadah. Karena, beribadah yang benar dan istiqamah akan menjadi kekuatan utama para dai dan mujahid dalam menjalankan misi dakwahnya.

Esensi dakwah yang hendak ditegakkan adalah menjadi teladan bagi orang lain untuk beribadah dengan benar kepada Allah yang sesuai tuntunan sunah-sunah Rasulullah SAW.

Bermula dari shalat lima waktu secara berjamaah di masjid bagi anggota keluarga pria adalah wajib, tepat waktu menunaikan zakat, bergaya hidup infak fi sabilillah seperti, sedekah, wakaf, dan jihad harta (al-jihad bi al-mal).

Selain itu, menghidupkan puasa sunah selain yang wajib kepada seisi keluarga, membudayakan zikir, doa, dan tilawah sebagai hiburan utama anggota keluarga.

Kedua, pilar ilmu. Ibadah dan dakwah harus dengan ilmu. Ilmu yang terpenting diajarkan dalam rumah tangga adalah ilmu mengenal Allah dan jalan menuju Allah, sebab berdakwah adalah menjadi teladan bagi orang lain kepada Allah.

Maka, penting mempelajari ilmu-ilmu yang mengenalkan seluruh anggota keluarga kepada Allah dan jalan yang mengarahkan kepada-Nya (al-Shirath al-Mustaqim).

Karenanya, di antara tanda keluarga yang akan menjadi keluarga dakwah adalah jika seisi rumah tangga diilhamkan kesenangan menuntut ilmu agamanya.

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi rumah tangga maka diberikan kecenderungan mempelajari agama, yang muda menghormati yang tua, dicukupkan rizkinya dalam kehidupan, sederhana dalam kehidupan, mampu melihat kekurangan, dan kemudian bertaubat. Jika Allah menghendaki yang sebaliknya maka dibiarkannya keluarga itu dalam kesesatan.” (HR Ad Dailami)

Ketiga, pilar ekonomi. Berapa banyak keluarga yang tercerai berai bahkan runtuh hanya karena alasan ekonomi yang tak tercukupi. Penyebab utamanya adalah karena tidak tegaknya ibadah dan budaya ilmu di rumah itu.

Bekal lain yang dibutuhkan oleh keluarga dakwah adalah kecukupan ekonomi demi ketentraman fisik lahiriah seluruh anggota keluarga.

Maksudnya, bukan hanya terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga, melainkan kemampuan untuk menabung demi menghadapi masa-masa sulit sehingga ketahanan keluarga secara lahir dan batin tetap terjaga.

Hal ini tentu juga akan menjaga kesinambungan dakwah yang sedang dijalankan. Selain itu, menjauhi gaya hidup boros dan hedonis agar tidak terjerumus pada kesengsaraan dunia akhirat.

Inilah standar minimal yang mestinya kita miliki dalam membangun keluarga dakwah. Wallahu a'lam bish shawab.

Ustaz Bachtiar Nasir

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement