REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hercules Rosario Marshall bersama 50 anak buahnya Jumat (8/3) lalu ditangkap oleh jajaran polisi di Polda Metro Jaya.
Setelah sekian lama seakan tak tersentuh oleh tangan hukum, pria yang disegani sebagai sosok yang dekat dengan dunia premanisme di Jakarta ini akhirnya digelandang polisi.
Setelah ditetapkan sebagai tesangka dengan tiga pasal berbeda, Hercules kemudian dijebloskan ke rutan Mapolda Metro Jaya. Tak tanggung-tanggung, tiga pasal yang menjerat Hercules mengancam dirinya dengan kurungan penjara hingga dua puluh tahun penjara.
Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal 214 KUHP tentang melawan petugas dan pasal 170 KUHP tentang kekerasan, serta pasal 2 Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata yang dikenal sebagai UU Darurat pun dijeratkan padanya. Dirinya diduga sedang melakukan usaha pemerasan kepada sebuah perusahaan swasta pada saat ditangkap polisi.
Melihat langkah polisi ini, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, premanisme sudah bergeser menjadi kaki tangan pihak berkuasa dalam menggapai tujuan.
Kompolnas menyebut, tak sedikit upaya-upaya sebuah golongan terpandang yang ingin melakukan hal negatif dengan mengandalkan preman. Tanpa ingin mengotori tangan sendiri, mereka meminta sosok di dunia premanisme untuk bergerak.
“Polisi harus bisa ungkap kasus ini. Sudah jadi rahasia umum kok. Kompolnas pasti dukung,” ujar anggota Kompolnas M Nasser, Selasa (12/3).
Dia mengatakan, dalam membasmi premanisme yang menjalar pada seluruh aspek kehidupan, diperlukan perencanaan yang terstruktur dari kepolisian. Dia pun meminta polisi untuk segera memanfaatkan potensi ini berhubung tokoh premanisme seperti Hercules sudah dalam genggaman. “Hercules sudah di tangan, sekarang semuanya bisa mulai diusut,” ujarnya.