Senin 18 Mar 2013 22:56 WIB

'Bailout' Siprus Goyang Pasar Eropa

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Lokasi Republik Siprus dalam peta.
Foto: warofweekly.blogspot.com
Lokasi Republik Siprus dalam peta.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemberian pinjaman (bailout) kepada Siprus oleh pemimpin zona Eropa mengejutkan pasar ekonomi Benua Biru tersebut. Gelombang kejutan ini menggoyang saham dan obligasi pemerintah. Para menteri Zona Eropa memutuskan untuk memberikan pinjaman senilai 10 miliar Euro untuk menyelamatkan Siprus dari kebangkrutan.

Dengan pinjaman ini Siprus akan menaikkan pajak perusahaan sebesar 2,5-12,5 persen untuk mengumpulkan dana pinjaman. Siprus juga akan mengenakan pajak untuk deposito mulai 6,75-9,9 persen, bergantung jumlah deposito. Tanggapan awal investor terhadap ini sangat jelas. Saham meluncur ke zona merah. Euro jatuh ke level terendah selama tiga bulan. Sementara aset save-hafen seperti obligasi pemerintah Jerman dan emas melonjak.

Obligasi Jerman naik 49 basis poin ke level 114,09 pada perdagangan sesi I Eropa. Sementara itu harga emas naik ke lebel tertinggi pada 1.608,3 dolar AS per ons dan bertengger dengan penguatan 0,6 persen di level 1.601,6 dolar.Harga minyak mentah AS turun sebesar 1,1 dolar AS menjadi 92,35 dolar AS. Sedangkan minyak Brent jatuh 1,7 dolar per barel ke level 108,2 dolar per barel.

Problematika yang terjadi di Siprus telah menimbulkan kekhawatiran yang lebih mendesak. Nasabah-nasabah di negara yang juga terjerat utang seperti Italia dan Spanyol dinilai akan segera menarik uang dari bank untuk menghindari kasus serupa.Siprus merupakan negara kelima yang mendapatkan bantuan dari Euro akibat krisis Eropa. Empat negara lain adalah Yunani, Irlandia, Portugal, dan Spanyol.

Nilai pinjaman Siprus ini lebih sedikit dari ekspektasi negara kepulauan tersebut. Pemerintah Siprus memperkirakan kebutuhan dana daruratnya mencapai 17 miliar euro. Namun permintaan itu ditolak karena pinjaman senilai tersebut hanya akan meningkatkan utang Siprus ke level yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement