REPUBLIKA.CO.ID, Prancis dan Inggris gagal membujuk Uni Eropa untuk mendukung mereka untuk mengangkat embargo senjata terhadap pemberontak Suriah pada hari Jumat (22/3). Bujukan itu disampaikan dengan alasan peringatan atas kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh rezim Presiden Bashar al-Assad dapat menggunakan senjata kimia.
Paris dan London ingin membebaskan lawan Assad dari embargo senjata Uni Eropa. Langkah itu dipercaya akan meningkatkan tekanan pada Assad untuk bernegosiasi, setelah dua tahun perang sipil yang telah merenggut 70.000 jiwa. Tapi mereka memenangkan sedikit dukungan dari negara-negara anggota Uni Eropa lainnya pada pertemuan menteri luar negeri di Dublin.
Para diplomat mengatakan, ada kekhawatiran tentang senjata kimia untuk mendukung kasus mereka. "Saya bersikeras bahwa perhatian harus diberikan atas kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh Assad. Ada indikasi bahwa ia mungkin telah menggunakannya atau bahwa ia mungkin menggunakannya," kata Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (23/3).
Pendukung Assad dan lawannya saling menuduh menggunakan senjata kimia setelah 26 orang tewas dalam serangan roket di dekat kota utara Aleppo pekan ini. Dalam sebuah surat kepada kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton, Fabius dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague menyatakan kekhawatirannya soal penggunaan senjata kimia itu.
Negara-negara seperti Jerman dan Austria tetap menentang mengangkat embargo senjata untuk pihak oposisi Suriah. Mereka takut itu bisa menyebabkan senjata jatuh ke tangan penguasa, konflik regional dan bahan bakar yang mendorong pendukung Assad, Iran dan Rusia, untuk meningkatkan pasokan senjatanya.