REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa DPD berwenang untuk ikut serta mengajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang yang terkait daerah.
MK telah mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diajukan oleh Ketua DPR Irman Gusman, Wakil Ketua DPD La Ode Ida, dan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
Menurut Mahkamah, sebagai lembaga negara, DPD juga memiliki hak menyusun program legislasi nasional (Prolegnas) sebab kedudukan DPD setara dengan Presiden dan DPR.
"Penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah," ungkap Mahfud.
Hakim konstitusi Akil Mochtar, saat membacakan pertimbangannya, menjelaskan DPD bisa mengajukan RUU dan tidak boleh dibedakan dengan wewenang presiden dan DPR.
Namun demikian, DPD hanya memiliki wewenang mengajukan RUU terkait daerah, yang mencakup otonomi, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta hubungan pemerintah pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam.
Menanggapi putusan ini, Ketua DPD Irman Gusman mengaku gembira dengan putusan MK yang revolusioner.
Dia mengatakan putusan MK merupakan hari bersejarah besar bagi DPD. "Ini hari bersejarah, sehingga pelaksanaan tupoksi DPD mendapat tempat sebagaimana seharusnya," kata Irman.
Kuasa Hukum Pemohon, Todung Mulya Lubis, mengatakan bahwa putusan MK meluruskan kembali pasal 22 D setelah memberikan hak DPD ikut mengusulkan, dan merancang UU.
"MK memberikan hak kepada DPD, bersama DPR dan Presiden membahas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) meskipun DPD tidak ikut dalam persetujuan," katanya.