Kamis 28 Mar 2013 17:45 WIB

Ilmuwan Inggris Kembangkan Vaksin Baru Penyakit Mulut dan Kuku

Vaksin Flu (ilustrasi)
Foto: gizmodo.com
Vaksin Flu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Ilmuwan Inggris telah mengembangkan vaksin baru untuk mengobati penyakit mulut dan kuku yang lebih aman dan mudah diproduksi, suatu langkah maju yang mereka percaya dapat meningkatkan kapasitas produksi dan menekan biaya.

Teknologi untuk mendukung produksi ternak itu kemungkinan juga bisa dikembangkan untuk menciptakan vaksin bagi manusia guna menghadapi virus serupa termasuk polio.

Vaksin baru itu tidak memerlukan virus hidup untuk memproduksinya - ini penting, karena mempertimbangkan penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit yang sangat menular dan sulit untuk menjamin pengamanan contoh virusnya.

"Itu menyebar secepat api yang tidak dapat dikendalikan," kata David Stuart, guru besar biologi dari universitas Oxford yang memimpin penelitian tersebut.

Bertentangan dengan standar vaksin penyakit mulut dan kuku, vaksin baru ini dihasilkan dengan kulit protein sintetis, tanpa gen virus hidup yang menular, para peneliti melaporkan pada jurnal Patogen, Rabu.

Artinya, vaksin dapat diproduksi tanpa pengamanan biologi yang mahal dan tidak perlu disimpan di lemari pendingin.
"Keuntungan terbesarnya adalah karena tidak perlu memakai virus hidup, sehingga produksinya tidak memerlukan pengamanan khusus," kata Stuart.

"Dapat dibayangkan, banyak pabrik lokal bisa dibangun di daerah penyebaran penyakit mulut dan kuku masih menjadi masalah yang besar."

Di seluruh dunia, sekitar 3-4 juta dosis vaksin mulut dan kuku diproduksi setiap tahun tetapi di beberapa tempat di Asia dan Afrika yang banyak terjangkit penyakit itu, terjadi kekurangan pasokan vaksin.

Standar pembuatan vaksin saat ini menerapkan teknologi berumur 50 tahun, meskipun perusahaan bioteknologi Amerika Serikan GenVec tahun lalu mendapat persetujuan untuk menerapkan cara baru.

Vaksin Inggris yang sintesis murni ini telah diujicobakan dalam skala-kecil pada ternak dan berhasil dengan baik.
Stuart mengatakan, tim peneliti dari Universitas Oxford dan dua lembaga dana yang lain kini menerapkan ujicoba dalam skala yang lebih besar sambil membahas pengembangan komersialnya.

"Kami sedang berunding dengan mitra komersial yang potensial," katanya dan menambahkan perkiraan memerlukanm waktu enam tahun sebelum vaksin itu bisa dilepas ke pasar.

Menurutnya masih terlalu dini untuk menyebut perkiraan harga vaksin tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement