Jumat 29 Mar 2013 01:47 WIB

Uji UU Pengelolaan Zakat, Diusulkan Ada Batas Waktu

Rep: Agus Raharjo/ Red: Dewi Mardiani
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menguji sebuah Undang-Undang, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dibatasi waktu. Hal inilah yang terkadang menimbulkan masalah karena UU menyangkut kepentingan masyarakat.

Mantan Hakim MK, Prof Laica Marzuki menilai tidak adanya batas waktu pengujian suatu UU oleh MK seringkali membuat kebingungan masyarakat terkait UU yang diajukan uji materil. Terlebih UU yang tengah diujikan menyangkut regulasi yang mendesak seperti UU Pengelolaan Zakat (UUPZ) No 23 Tahun 2011.

Sebab itu, Laica menilai harus ada perjuangan melalui Legislatif untuk mengkaji lama pengujian suatu UU. Dalam menguji sebuah UU, MK harusnya diberi batas waktu. "Setelah sekian lama, UU yang diuji harus diputus," kata Prof. Laica saat seminar Undang-Undang Zakat di Jakarta, Kamis (28/3).

Laica menambahkan, kasus UU yang belum diputus sejak diajukan dalam Judicial Review ke MK dialami oleh UUPZ. Terhitung, sudah lima bulan sejak diajukan, belum ada titik terang pada gugatan sejumlah pihak dengan keberadaan UUPZ ini. Padahal, UU ini sangat ditunggu umat muslim karena menyangkut rukun Islam, yaitu zakat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement