Sabtu 30 Mar 2013 19:29 WIB

Pengamat: Tuntaskan Insiden LP Cebongan, Usut Motif Pemindahan Tahanan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Heri Ruslan
Sejumlah personel Brimob dan TNI bersenjata lengkap bersiaga setelah terjadi penyerbuan di Lapas 2B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).
Foto: Antara
Sejumlah personel Brimob dan TNI bersenjata lengkap bersiaga setelah terjadi penyerbuan di Lapas 2B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, pengusutan insiden Lapas Cebongan Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta harus dimulai dari persoalan paling mendasar.

Menurut Connie, pengusutan harus dimulai dengan menyelidiki motif pemindahan tahanan dari polres ke lapas.

"Bukan mengarahkan bahwa seolah-olah itu menjadi persoalan antara institusi Polri dan TNI. Selidiki kenapa tahanan dipindah, pasti ketemu rentetan lainnya, " kata Connie saat dihubungi Republika, Sabtu (30/3).

Menurut dia, saat ini semua pihak cenderung menjadikan insiden yang menewaskan empat orang itu sebagai permasalahan institusi. Bahkan cenderung merujuk pada Kopassus yang berada di bawah TNI AD. Asumsi tersebut, disebut Connie keliru.

Satu hari setelah insiden pembunuhan anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Sertu Santoso terjadi, Kopassus memang langsung ditertibkan. Semua satuannya dikerangkeng.

"Karena Kopassus itu merupakan satuan yang profesional, nomor tiga terbaik setelah Israel dan Inggris. Mereka tidak mungkin bertindak ceroboh," ungkapnya.

Bila kemudian diindikasikan senjata dan peluru yang dipakai pelaku penembakan digunakan TNI AD, menurut Connie, itu tidak bisa disimpulkan oknum TNI sebagai pelakunya. Karena perdagangan senjata yang cukup bebas saat ini serta banyaknya gerakan separatis yang juga memiliki senjata-senjata yang dimiliki aparat keamanan.

Lagipula, lanjut Connie, Kopassus terkenal dengan cara kerja yang rapi, sendiri dan jarang bergerombol.

Tindakan yang diambil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo dengan membentuk tim investigasi dinilainya sudah tepat.

Menurut Connie, persoalan pengungkapan yang dinilai lamban bukan masalah utama. Tetapi bagaimana akar persoalan yang menyebabkan insiden itu terjadi bisa dikupas tuntas.

 

Dia menambahkan, Insiden Cebongan akan semakin sulit diungkap bila publik terlalu terpaku mengadu TNI dan Polri. Bahkan membawa-bawa persoalan kesejahteraan.

Menurutnya, bukan kesejahteraan masalah utamanya, melainkan persoalan kelembagaan. Polri saat ini berada langsung di bawah Presiden. Sementara TNI di bawah Kementerian Pertahanan.

Connie menilai itu salah besar. Karena mengesankan seolah Polri lebih tinggi dibanding TNI.

"Sebetulnya itu kesalahan SBY paling fatal. Masa iya Polri di bawah presiden, " jelas dia.

Harusnya, Polri juga ditempatkan di bawah kementerian. Connie berpendapat Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan sebagai insititusi paling ideal menaungi Polri. 

Sebelumnya, telah dibentuk tim investigasi terdiri sembilan orang dengan pimpinan Wakil Komandan Pusat Polisi Militer AD Brigjen Unggul K pada Rabu (27/3) kemarin. Diterjunkannya tim investigasi sebagai tindak lanjut atas perintah Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang mendeteksi keterlibatan TNI AD.

Tim investigasi terdiri berbagai unsur, terdiri polisi militer daerah, anggota Korem 072/Pamungkas, Kodam IV Diponegoro, Kopassus, dan Mabes AD. Tugas mereka untuk memungkinkan memperlancar kegiatan kerja di lapangan dalam memeriksa keterlibatan dugaan prajurit TNI AD dalam tragedi Lapas Cebongan.

  

Sementara Tim labfor Polri menemukan proyektil peluru 7,62 milimeter (mm) di dalam sel lapas. Selongsongan peluru itu digunakan 17 orang pelaku penembakan empat tersangka pembunuh anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Sertu Santoso.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement