Kamis 04 Apr 2013 14:37 WIB

Penasihat KPK Setuju Bentuk Komite Etik Permanen

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan lembaga pengawas untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Komite Etik yang permanen dianggap perlu untuk mengawasi pimpinan KPK.

Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menyetujui untuk dibentuknya lembaga pengawas yang permanen. "Saya setuju ada Komite Etik yang permanen," kata Abdullah yang dihubungi Republika, Kamis (4/4).

Akan tetapi Abdullah memiliki dua solusi sebelum dibentuknya lembaga pengawas seperti Komite Etik yang permanen. Solusi alternatif yang pertama, KPK harus mendayagunakan Pengawas Internal (PI) dengan meningkatkannya menjadi sebuah kedeputian khusus.

Dengan menjadi Deputi tersendiri, PI memiliki kewenangan lebih luas untuk mengawasi dan memeriksa pejabat dan pegawai, termasuk pimpinan KPK.

Solusi alternatif kedua dengan meningkatkan kewenangan Penasihat KPK. Sehingga saran dan pertimbangan dari Penasihat KPK mengikat pegawai dan harus mendapatkan prioritas utama pimpinan KPK.

Jika kedua solusi alternatif tersebut tidak dapat dilakukan KPK, maka dia setuju jika dibentuk lembaga pengawas seperti Komite Etik secara permanen. Tentunya anggota tetap dari Komite Etik harus dipilih dengan rekam jejak yang bersih dan independen.

"Anggota Komite Etik yang permanen adalah tokoh masyarakat yang anti korupsi, punya track record bersih, independen dan sudah selesai dengan urusan pribadinya," tegas anggota Komite Etik ini.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement