Jumat 12 Apr 2013 19:28 WIB

'Tekanan Terhadap Penyelenggara Pemilu Makin Berat'

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Djibril Muhammad
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menjelang pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2014 mendatang, tekanan terhadap penyelengara pemilu makin terasa. Pemerhati masalah pemilu, Jeirry Sumampow, menyebutkan tekanan itu bahkan lebih berat dibandingkan dengan Pemilu 2004 dan 2009.

"Ini rasanya semakin berat," kata Jeirry di Denpasar, Bali, Jumat (12/4). Hal itu dikemukakan Jeirry dalam pemaparannya pada acara pelatihan pengawasan pemilu bagi aktivis ormas dan wartawan di Bali. Acara berlangsung dua hari, diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dikatakan Jeirry, pelaksanaan pemilu memang harus diawasi, pada seluruh tahapannya. Wartawan katanya, bisa jadi salah satu pengawas pemilu, terutama bila melihat ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yangg direncanakan. Itu sebut Jeirry, untuk menciptakan pemilu dan iklim demokrasi yang bersih.

Untuk menyelenggarakan pemilu 2014, APBN menyediakan dana Rp 8 triliun bagi KPU, yang sebagian besarnya diperuntukkan untuk pengadaan logistik. Hal itu, menurut Jeirry, terkait dengan pembuatan surat suara dan akan melibatkan percetakan-poercetakan besar.

Semua orang tahu, ia menambahkan, percetakan besar menjadi miliki perusahaan penerbitan besar pula. Ia mengingatkan, agar perusahaan penerbitan yang mendapatkan proyek pengadaan jangan sampai kehilangan netralitas.

Jangan sampai karena mendapatkan proyek pengadaan itu, mengurangi kekritisan dalam menurunkan berita-berita di media yang dikelola. "Kan wajar kalau kita bertanya-tanya, karena khawatir agar jangan terjadi media kehilangan netralitas," katanya.

Pemateri lainnya, M Najib yang memaparkan materi 'Mekanisme Penyelengaraan Pemilu' menyebutkan, ada sikap apatis masyarakat terhadap pemilu. Dari tingkat partisipasi sebutnya, setelah Pemilu 1999 terus menurun.

Bisa jadi, kataya, rendahnya tingkat partisipasi itu karena masyarakat tidak tahu, namun ada juga karena memang tidak mau datang ke TPS dan yang paling menyedihkan mereka datang ke TPS, namun sengaja merusak surat suaranya. "Pers berperan memberi penerangan, harus ikut mendidik masyarakat," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement