REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Ditjen Pajak Kemenku belum serius membenahi aparatnya. Kembali ditangkapnya penyidik pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut sebagai indikasinya.
"Kembali adanya oknum penyidik pajak yang ditangkap oleh KPK menimbulkan pertanyaan bagi kami. Apa benar Ditjen Pajak sudah berbenah?" kata Wasekjen PBNU Sulton Fatoni di Jakarta, Jumat (17/5).
PBNU menaruh perhatian besar terhadap persoalan pengelolaan pajak karena menilainya sebagai uang rakyat yang harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan. Karenanya harus dijaga dengan benar agar tidak diselewengkan atau digunakan oleh orang atau kelompok tertentu.
Bahkan, dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Cirebon, Jawa Barat, September 2012, muncul wacana untuk menolak pembayaran pajak. Itu jika pemerintah tidak bisa menjamin pemanfaatan dan pengamanan uang hasil pajak.
PBNU akan mengkaji dan mempertimbangkan mengenai kemungkinan hilangnya kewajiban warga negara membayar pajak ketika pemerintah tidak dapat melaksanakan rekomendasi tersebut.
"Delapan bulan sudah rekomendasi Munas dan Konbes NU soal pajak itu diberikan kepada presiden. Kami masih mencermatinya," tandas Sulton.