Sabtu 25 May 2013 17:55 WIB

Interpelasi Jokowi Soal KJS Bermuatan Politis?

Rep: halimatus sadiyah/ Red: Taufik Rachman
Gedung DPRD DKI  Jakarta
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Gedung DPRD DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wacana pelengseran Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo oleh DPRD DKI melalui penggunaan hak interpelasi dinilai tidak bisa lagi dilakukan. Sebab, kisruh Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang menjadi persoalan utama dalam isu tersebut sudah berakhir.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengatakan, pihaknya sudah melakukan rapat dengan pihak rumah sakit swasta dengan Dinas Kesehatan beberapa waktu lalu. Dalam rapat tersebut, kata dia, 16 rumah sakit swasta yang sebelumnya menyatakan mundur dari KJS kini sudah mau melayani kembali pasien yang tidak mampu.

Sebab, Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan berjanji akan melakukan revisi pada tarif klaim yang selama ini dipersoalkan dalam jangka waktu tiga minggu ke depan. "Artinya kalau begitu sudah tidak ada relevansinya lagi, karena persoalan sudah selesai," kata dia.

Menurut dia, jika anggota DPRD tetap ingin melanjutkan pengajuan hak interpelasi, maka hal itu lebih bermuatan politik. Sebab, kata dia, secara logika masyarakat akan menganggap bahwa DPRD justru ingin menjegal program kerakyatan.

Padahal, lanjut Dwi, dalam survey yang dilakukan IndoPolink diketahui bahwa kepuasan dan harapan masyarakat akan KJS sangat tinggi, yaitu sebesar 85 persen. "Artinya program ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat," tutur dia yang mengaku tidak mau ikut-ikutan menandatangani pengajuan hak interpelasi tersebut.

Wacana pengajuan hak interpelasi sendiri  muncul dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD DKI Jakarta dan Dinas Kesehatan, Kamis (23/5). Dalam rapat tersebut, Ashraf Ali mengatakan sudah ada 30 anggota DPRD yang menandatangani rencana penggunaan hak interpelasi itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement