REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah kunjungan kerjanya ke New York, Amerika Serikat hanya untuk menerima penghargaan world statesman award. Penghargaan tersebut diberikan oleh Appeal of Conscience Foundation.
“Seolah-olah saya dan delegasi ke Amerika Serikat hanya untuk menerima penghargaan itu. Bukan. Sama sekali bukan,” katanya di bandara Halim Perdanakusuma sebelum melakukan kunjungan kerja ke Swedia dan Amerika Serikat selama sekitar seminggu, Senin (27/5).
Pada awalnya, penghargaan tersebut akan diberikan pada saat rangkaian sidang umum PBB September mendatang. Tetapi, ia tak akan hadir dalam acara tersebut.
Satu-satunya agenda Presiden SBY ke Amerika Serikat yakni pada saat kunjungan kerja kali ini. “Karena tidak ada rencana saya ke New York nanti, maka penghargaan ini dipercepat dan kebetulan saya emban tugas untuk high level panel ini, penghargaan itu diserahkan,” katanya.
Untuk diketahui, penghargaan world statesman award dari Appeal of Conscience Foundation sudah pernah diberikan kepada beberapa kepala negara. Contohnya, PM Kanada, Presiden Korea Selatan, Kanselir Jerman, dan PM Inggris Gordon Brown.
Penghargaan diberikan dalam konteks kenegarawanan seseorang, yang dinilai berjasa dan berhasil bagi terciptanya perdamaian, toleransi beragama dan demokrasi. Rencananya, untuk tahun ini, Presiden SBY mendapatkan penghargaan tersebut. Namun, ada gelombang protes ditanah air.
Salah satunya berasal dari pakar Etika Politik Sekolah Tinggi Filsafat Diyarkara, Romo Franz Magnis Suseno SJ. Ia menyampaikan protes lewat surat protes kepada ACF. Surat dikirim ke ACF melalui e-mail pada Rabu (15/5).
Dalam suratnya Magnis menulis, penghargaan itu hanya akan membuat malu ACF. Menurut Magnis, selama 8,5 tahun kepemimpinan Presiden Yudhoyono, kaum minoritas Indonesia justru berada dalam situasi tertekan.
Presiden bahkan tidak pernah memberikan seruan sepatah kata pun kepada rakyatnya untuk menghormati hak-hak kaum minoritas.