REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Eko Budianto (52), seorang ayah asal Desa Karanggebang, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terancam hukuman maksimum 15 tahun karena melakukan pembunuhan berencana secara sadis terhadap anak kandungnya sendiri, Krisnanada Mega Pratama (26).
"Perbuatannya sangat kejam dan dilakukan secara terencana dengan melibatkan orang lain. Terdakwa bisa dijatuhi hukuman maksimum 15 tahun penjara sesuai pasal-pasal yang kami dakwakan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya, Senin.
Persidangan kasus pembunuhan oleh ayah terhadap anak kandungnya sendiri itu berlangsung terbuka, Senin siang.
Pada sidang dengan terdakwa Eko, JPU mendakwa Eko dengan dua dakwaan sekaligus, yakni pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1), serta pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) kesatu tentang pembunuhan dan dilakukan bersama-sama.
Terdakwa Eko juga dikenai dakwaan kedua yaitu pelanggaran pasal 5 huruf (a) jis pasal 44 (3) UU nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Terdakwa Eko didakwa melakukan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain dengan berencana dan secara bersama-sama," ungkap JPU Aditya dalam dakwaannya.
Selain Eko, Pengadilan Negeri Ponorogo juga menggelar persidangan kasus serupa dengan terdakwa Udin selaku pihak yang ikut terlibat membantu pembunuhan atas diri Krisnanda Mega Pratama.
Udin disidang beberapa saat setelah Eko. JPU yang masih sama, Aditya, menjerat Udin dengan pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke satu terkait melakukan pembunuhan berencana dan dilakukan bersama-sama.
Udin juga dijerat dengan pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) kesatu tentang pembunuhan dan dilakukan bersama-sama. Kedua mengaku keberatan dengan dakwaan JPU. Namun mereka menyerahkannya kepada penasehat hukumnya Mulharjono untuk disampaikan secara tertulis pada sidang berikutnya.
Sidang yang dipimpin hakim Mahendrasmara pada sidang Eko dan hakim I Komang Didiek Prasetyo ditunda sepekan ke depan. Penasehat Hukum Eko dan Udin, Mulharjono menyatakan, ada beberapa hal sebagai keberatan pihak kliennya.
Pertama soal sidang yang dipisah padahal kasusnya sama. Ini dinilai tidak efektif. Kedua soal penggunaan pasal yang sama pada keduanya sehingga seharusnya bisa disatukan jadi satu persidangan.
"Berkasnya sama tidak apa-apa. Dakwaan dan vonis juga boleh beda kok, kami akan minta digabung," kata Mulharjono. Sidang kasus pembunuhan sedarah yang sempat menarik perhatian publik di Kabupaten Ponorogo ini rencananya akan dilanjutkan sepekan lagi dengan agenda tanggapan penasehat hukum terdakwa.