REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepemilikan obligasi negara atau surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan oleh pihak asing per 5 Juni 2013 mencapai Rp 300,05 triliun. Angka tersebut turun dibanding sebelumnya.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan melalui laman resminya di Jakarta, Senin (10/6), menyebutkan total SBN yang dapat diperdagangkan per 5 Juni 2013 mencapai Rp 898,87 triliun. Sebelumnya per 28 Mei 2013, kepemilikan pihak asing atas SBN yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 305,72 triliun dari total Rp 895,06 triliun.
Per 29 Mei 2013 mencapai Rp 304,94 triliun dari total Rp 895,06 triliun. Per 31 Mei 2013 mencapai Rp 302,94 triliun dari total Rp 895,77 triliun dan per 3 Juni 2013 mencapai Rp 301,65 triliun dari total Rp 895,77 triliun. Jumlah kepemilikan oleh pihak asing per 5 juni 2013 sebesar Rp 300,05 triliun itu merupakan bagian dari SBN yang dimiliki oleh pihak nonbank yang mencapai Rp 564,08 triliun.
Selain oleh pihak asing, jumlah Rp 564,08 triliun itu dimiliki oleh perusahaan reksadana Rp 41,37 triliun, asuransi Rp 127,34 triliun, dana pensiun Rp 28,53 triliun, sekuritas Rp 0,89 triliun, individu Rp 25,24 triliun, dan lain-lain Rp 40,66 triliun. Sementara itu kepemilikan oleh ban mencapai Rp 310,3 triliun dan oleh Bank Indonesia (BI) mencapai Rp 24,56 triliun.
Sebagai pembanding, kepemilikan SBN oleh pihak asing per 28 Mei 2013 mencapai Rp 305,72 triliun dari total SBN yang dapat diperdagangkan sebesar Rp 895,06 triliun. Kepemilikan oleh pihak asing sebesar Rp 305,72 triliun itu merupakan bagian dari kepemilikan oleh nonbank yang mencapai Rp 568,57 triliun.
Selain kepemilikan oleh pihak asing itu, total SBN yang dapat diperdagangkan juga meliputi kepemilikan oleh bank sebesar Rp 303,21 triliun dan oleh Bank Indonesia Rp 23,27 triliun. Selain oleh pihak asing, kepemilikan nonbank meliputi kepemilikan oleh reksadana Rp 41,51 triliun, asuransi Rp 126,37 triliun, dana pensiun Rp 28,11 triliun, sekuritas Rp 0,88 triliun, individu Rp 25,42 triliun dan lain-lain Rp 40,54 triliun.