Senin 10 Jun 2013 23:09 WIB

Pemerintah Diminta Evaluasi Pilkada Langsung

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Siti Zuhro
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencopotan Teddy Tengko sebagai Bupati Kepulauan Aru oleh Mendagri Senin (10/6), kembali menambah panjang daftar kepala daerah yang dipecat akibat kasus korupsi. Karenanya, hal ini mesti dijadikan bahan evaluasi oleh pemerintah.

Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menjelaskan, sistem yang berlaku saat ini memang memiliki celah yang membuka peluang terjadinya korupsi di tingkat daerah. Pengawasan yang longgar, kata dia, memungkinkan para kepala daerah untuk merekayasa anggaran dalam berbagai proyek.  

"Inovasi program sah-sah saja, tetapi kalau inovasi anggaran itu tidak bisa dibenarkan," ujarnya, Senin. 

Selain itu, lanjutnya, pendekatan hukum tidak cukup berlaku mengikat. Sehingga tingkat ketataan kepala daerah terhadap hukum pun menjadi rendah. Karenanya, sistem hanya bisa bekerja dengan baik dan efektif jika ditopang oleh law enforcement dan kepastian hukum.

Zuhro juga melihat adanya korelasi antara pilkada langsung dan fenomena korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Mahalnya biaya yang harus mereka keluarkan saat melakukan kampanye, memunculkan politik transaksional dan politik uang. 

"Pada akhirnya, para calon kepala daerah berusaha memenangkan pemilukada dengan menghalalkan segala cara," imbuhnya. 

Sepanjang 2005-2013, ujarnya, dari 497 kabupaten kota dan 33 provinsi di Indonesia, pilkada langsung yang sudah terselenggara mencapai 924 kali. Dari jumlah tersebut, 576 di antarnya mengalami konflik dan dibawa kasusnya ke Mahkmah Konstitusi (MK). 

Tidak hanya itu, sampai hari ini tercatat pula 294 kepala daerah tersangkut masalah hukum dan tindak pidana. "Ini harus jadi bahan evaluasi dan pertimbangan bagi pemerintah pusat bahwa pilkada langsung ternyata tidak menghasilkan tata kelola pemerintah yang baik."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement