REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan posisinya bukan sebagai bawahan Partai Demokrat. Karena itu, Demokrat tak bisa menyuruh PKS untuk mundur dari sekretariat gabungan (setgab) partai koalisi pendukung pemerintah.
"PKS bukan bawahan Demokrat, bukan cabangnya Demokrat. Aneh kalau Demokrat suruh-suruh PKS," kata Ketua Fraksi DPR PKS Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/6).
PKS, ujar dia, tidak berkoalisi dengan Partai Demokrat. Tetapi, PKS merupakan bagian dari partai yang mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dalam koalisi setgab.
Bila kemudian Demokrat mempersilakan PKS untuk memasang bendera partai saat pembagian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), menurut Hidayat itu adalah hal yang aneh.
Karena, hingga saat ini sikap PKS tetap menolak kenaikan BBM. Juga tidak menyepakati bentuk kompensasi apa pun atas kenaikan harga BBM. Dengan begitu, lanjutnya, Demokrat tidak perlu mengatur-atur atau menyuruh PKS melakukan hal ini dan itu.
Harusnya, lanjut Hidayat, dalam alam demokrasi sekarang ini Partai Demokrat bisa berdebat dengan PKS menggunakan forum yang ada. Bukan saling menuduh dan menyuruh. Apalagi melontarkan isu bahwa PKS menolak kenaikan BBM, tetapi malah mendukung kenaikan harga daging sapi.
Menurut Hidayat, isu tersebut menyesatkan. Karena harga daging sapi tidak ada hubungannya dengan PKS dan Kementan.
"Harga daging sapi itu naik atau turunnnya terkait Kemendag. Mendag sekarang itu menteri yang digadang-gadang oleh partai yang lain untuk jadi capresnya," ujarnya.
Hidayat berharap Demokrat bisa bersikap dewasa dan tidak menunjukkan sikap otoriter. PKS, menurutnya akan segera menentukan sikap dalam oposisi.
"Posisinya, kami menolak kenaikan BBM, tapi apakah kami tetap di koalisi atau tidak itu keputusan majelis syuro berikutnya," katanya menjelaskan.