REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Karawang, mencatat 15 dari 30 kecamatan yang ada di wilayah tersebut rawan terhadap pedagangan manusia (trafficking).
Tak hanya itu, wilayah tersebut juga rentan terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebanyak 15 kecamatan tersebut, mayoritas merupakan wilayah pesisir pantai. Salah satunya, Kecamatan Cilamaya Wetan dan Cilamaya Kulon.
"Korban trafficking setiap tahunnya terus bertambah," ujar Ketua P2TP2A Karawang, Hj Nurlatifah, kepada sejumlah wartawan, Ahad (16/6).
Nurlatifah mengakui jika kinerja P2TP2A belum maksimal, sebab baru terbentuk pada Desember 2012 lalu. Oleh sebab itu saat ini P2TP2A terus melaksanakan sosialisasi ke seluruh kecamatan.
Karena kondisi itu, pihaknya sangat kesulitan ketika harus mendata kasus di lapangan. Apalagi, kurangnya keterbukaan dari korban trafficking dan KDRT.
Oleh sebab itu juga sampai saat ini P2TP2A Karawang masih belum memiliki data valid mengenai jumlah warga yang menjadi korban dari kedua kasus tersebut.
Dia berharap, ke depan ada kerja sama dari semua pihak. Dengan kerja sama ini, bisa menguatkan fungsi dan peran P2TP2A. Sehingga, dalam melaksanakan tugasnya untuk memfasilitasi penyediaan berbagai pelayanan masyarakat baik fisik maupun non fisik, bisa terwujud secara maksimal.
Fungsi P2TP2A ini, ia melanjutkan, meliputi, fungsi informasi, rujukan, konsultasi, pelatihan keterampilan serta kegiatan lainnya. Kedepannya, lembaga ini bisa menjadi solusi untuk menjawab berbagai permasalahan bagi pemberdayaan perempuan dan anak.
Apalagi, mayoritas korban dari kasus trafficking maupun KDRT adalah kamu perempuan. Tak hanya perempuan dewasa, anak perempuan juga berpotensi tersandung kedua kasus ini. Untuk itu, perlu ada lembaga khusus yang melindungi mereka.
Nurlatifah mengaku, Jawa Barat merupakan juara pertama untuk jumlah kasus trafficking terbanyak di Indonesia. Hal itu, karena jumlah penduduk Jawa Barat juga merupakan terbanyak di Indonesia. Karawang merupakan salah satu daerah yang jumlah kasus trafficking cukup tinggi.
Selain itu, dengan banyaknya perempuan yang bekerja di industri, potensi jadi korban KDRT juga akan semakin tinggi. Sebab, akan terjadi kesenjangan pendapatan antara suami dengan isterinya. Kesenjangan ini, pemicu dalam terjadinya tindakan KDRT.
"Karenanya, kami akan gencar sosialisasi ke masyarakat. Cara ini sebagai upaya preventif guna mencegah terjadinya kedua kasus itu," katanya menjelaskan.
Secara terpisah, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Karawang, Yuska Yassin, mengatakan, banyak instansi dan lembaga yang terlibat dalam penanganan trafficking ini.
Seperti, BKBPP, P2TP2A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja serta kepolisian. Seharusnya, semakin banyak instansi dan lembaga terlibat, kasus ini bisa diminimalisasi. Akan tetapi, Karawang belum bisa bebas dari kasus trafficking.
Sebab sejak 2010 sampai saat ini, tercatat ada 62 kasus traffciking. "Tahun ini, baru satu kasus yang diketahui oleh kita," ujarnya.
Mayoritas, yang menjadi korban trafficking itu anak-anak perempuan di bawah 20 tahun. Sebagian besar, mereka dari kampung pesisir yang nota bene berasal dari keluarga ekonomi rendah. Anak-anak itu, jadi korban pihak tak bertanggung jawab.
Mereka diiming-imingi bekerja di luar kota dan luar negeri dengan penghasilan cukup menggiurkan. Seperti, jadi pembantu rumah tangga ataupun pelayan toko. Akan tetapi, pada kenyataannya mereka justru dijadikan budak yang diperjual belikan. Bahkan, jadi budak seksualitas.