REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susanto (32 tahun) terlihat lesu saat menyandarkan dirinya di pagar pintu masuk kantor PSSI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6). Pakaiannya terlihat kucel, celana pendek yang ia kenakan pun nampak kumel.
Ia bukanlah pengemis ataupun gelandangan, Susanto adalah salah satu dari 11 pemain PSMS Medan Divisi Utama PT. Liga Indonesia yang kini sedang memperjuangkan tunggakan 10 bulan gaji. Di samping kepala Susanto, terpampang sebuah poster bertuliskan 'Pulang Malu Gak Pulang Rindu'.
Ia mengatakan poster itu memang menjadi suara hatinya saat ini. "Seperti tulisan inilah kondisi kami bang," kata Susanto sambil menunjuk poster tersebut. Sudah lebih dari satu pekan, Susanto bersama rekan-rekannya berada di Jakarta.
Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai penyelesaian gaji meskipun sudah menemui PSSI, PT. Liga Indonesia, termasuk juga Menteri Pemuda dan Olahraga (Manpora) Roy Suryo.
Mereka pun harus berpindah-pindah untuk mencari tempat bermalam. Sambil menyandarkan diri di pagar PSSI, Susanto mencoba bercerita tentang karut marut kehidupannya lantaran 10 bulan gaji yang masih ditunggak klub.
Tak terhitung berapa banyak hutang, perhiasan dan perabotan rumah tangga yang ia jual. Susanto terpaksa melakukan itu karena butuh biaya banyak. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, melainkan untuk biaya kelahiran anak keduanya satu bulan lalu.
"Setelah sejumlah perhiasan saya jual, saya pun akhirnya harus menggadaikan emas kawin 16 kg untuk menutupi biaya persalinan istri saya," ungkap Susanto dengan mata berkaca-kaca.
Karena itu, Susanto bertekad akan terus berada di Jakarta sampai ada kepastian mengenai penyelesaian pembayaran gaji. Walaupun harus terlunta-lunta, ia rela berkorban demi Zakira Asyila, putri keduanya yang baru lahir satu bulan lalu.
"Saya rela begini demi si buah hati. Soalnya biaya akan akan jadi lebih banyak karena harus beli susu anak," ujar dia.