REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Piala Konfederasi 2013 masih terus dihiasi aksi demonstrasi sebagian warga di beberapa kota di Brasil. Hingga hari keempat, total pengunjuk rasa mencapai lebih dari 300 ribu orang yang terdiri dari berbagai elemen seperti buruh, tuna wisma, mahasiswa hingga pelajar.
Pemerintah Brasil secara resmi telah menyampaikan respons atas demonstrasi yang terkonsentrasi seperti di Sao Paolo, Belo Horizonte, Brasilia, dan Rio Janeiro itu. Pemerintah Brasil justru mengaku bangga dengan adanya demonstrasi yang telah menumbalkan ratusan korban luka itu.
"Brasil kini menjadi negara yang kuat. Banyaknya demonstrasi menunjukkan besarnya energi demokrasi kita," kata Presiden Brasil, Dilma Roussef seperti dilansir BBC, Rabu (19/6).
Laporan terakhir, 65 ribu pengunjuk rasa kembali menyerbu kota Sao Paolo. Bentrokan pecah terjadi persis di depan halaman kantor Wali Kota Fernando Haddad.
Pelemparan batu serta pembakaran kendaraan dilakukan oleh aktivis-aktivis bertopeng. Jurnalis dari BBC, Luis Kawaguti juga melaporkan sebagian massa melakukan perngrusakan di kantor polisi setempat.
Presiden terkesan melakukan pembiaran atas demonstrasi yang belum dapat diprediksi kapan akan surut itu. Usai mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan para pengunjuk rasa, presiden juga menegaskan akan menindak pemerintah kota yang kedapatan menurunkan tarif angkutan umum di wilayahnya.
"Suara-suara dari jalanan perlu didengar. Tapi tak perlu dengan kekerasan" kata Roussef yang juga diketahui mantan aktivis sayap kiri itu. Dalam klaimnya, Roussef menyatakan pemerintah telah berbuat maksimal dengan mengangkat setidaknya 40 juta orang untuk masuk dalam kelas ekonomi menengah.
Wakil Menteri Olahraga Brasil, Luis Fernandes juga menyampaikan respons serupa. Menurutnya, kurang logis jika pemerintah dianggap melakukan langkah ironi jika menyelenggarakan Piala Dunia.
Sebelumnya, demonstrasi berawal dari kesulitan ekonomi warga Brasil termasuk penyesuaian tarif angkutan umum dari tiga real (1,40 dolas AS) hingga 3,20 real. Diketahui, upah minimum pekerja di berbagai kota Brasil relatif berada pada angka 11 dolar AS (Rp 108 ribu) per hari.
Gelombang protes ini mengatasnamakan diri sebagai gerakan Passe Livre (akses gratis). Namun, isu ini meluas seiring langkah pemerintah yang telah menganggarkan ratusan miliar euro untuk turnamen Piala Konfederasi dan Piala Dunia 2014.