REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN--Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia, yang diumumkan Menteri ESDM, di Jakarta, Jumat (21/6) malam, belum bisa menghilangkan secara tuntas antrean panjang kendaraan bermotor. Seperti terlihat di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU)di Kalimantan selatan.
Antrean panjang kendaraan bermotor terutama untuk mendapatkan BBM bersubsidi jenis solar, seperti mobil truk, demikian pemantauan, Sabtu (22/6).
Komunitas wartawan perlemen atau Journalist Parliament Community (JPC) Kalsel dalam diskusinya berpendapat, kenaikan harga BBM masih tanggung, sehingga tetap berpeluang penyimpangan peruntukan.
Pasalnya, selisih harga antara BBM bersubrsidi dengan non subsidi masih jauh beda, seperti solar dari Rp4.500 menjadi Rp5.500/liter, sementara harga non subsidi/industri Rp9.000/liter.
Forum diskusi tersebut berpendapat, semestinya kenaikan harga solar bersubsidi sama dengan premium yaitu dari Rp4.500 menjadi Rp6.500/liter, sehingga memperkecil atau mempersempit gerak penyimpangan peruntukan.
Oleh sebab itu, JPC Kalsel berharap, agar aparat/instansi terkait mewaspadai dan tetap meningkatkan pengawasan terhadap kemungkinan penyimpangan peruntukan BBM bersubsidi tersebut.
Selain itu, penindakan secara tegas terhadap mereka yang terlibat dalam penyimpangan peruntukan BBM bersubsidi tersebut, guna mengurangi perilaku yang tidak terpuji atau mengeruk keuntungan di atas penderitaan rakyat.