REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau menyatakan prihatin atas yang dialami sebagian petani di daerah itu karena bibit sawit yang mereka tanam sekitar 3,5 tahun lalu, palsu.
"Kami mendengar ada sekitar 50 persen dari 1,1 juta hektare lebih lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh petani di Riau secara swadaya ternyata bibitnya palsu," kata Ketua GAPKI Riau, Wisnu Oriza, di Pekanbaru, Jumat (5/7).
Menurut dia, keunggulan dari tanaman kelapa sawit ada pada bibit dan kemudian pemupukan secara teratur, sehingga bisa menghasilan buah pertama, yang dikenal buah pasir, pada usia 26 bulan setelah ditanam.
Biasanya para petani sawit tergiur karena harga bibit sawit palsu dijual dengan sangat murah, namun dampaknya bisa dilihat ketika tanaman kelapa sawit sudah besar atau sekitar 3,5 sampai empat tahun.
"Seharusnya dengan usia segitu, tanaman sawit sudah panen atau buah pasir namanya. Namun pada tanaman sawit dengan bibit palsu tidak bisa, oleh karena itu harus diulang sampai empat tahun lagi," ucapnya.
Padahal di Riau pembibitan kelapa sawit ada dua yang sudah diakui secara nasional terutama oleh pemerintah karena sudah mendapatkan sertikasi, yakni Topaz dan Dami Mas Sejahtera.
"Kedua perusahaan itu memproduksi bibit kelapa sawit. Silakan saja jika ada orang ingin beli bibit yang asli lewat situ dan GAPKI Riau siap membantu jika mereka mau beli bibit tersebut," ujar Wisnu.
Sebelumnya, Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan akan meluncurkan program penggantian bibit sawit kepada petani yang menjadi korban bibit palsu.
"Tahun ini target penggantian bibit sawit yang palsu mencapai 500 hektare," kata pejabat Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Sri Ambar.
Untuk tahun ini pendanaan program penggantian bibit menggunakan dana APBD Riau untuk lahan seluas 500 hektare. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan 2012 yang hanya seluas 100 ha karena sebelumnya dibiayai dengan APBN.