Sabtu 06 Jul 2013 14:14 WIB

Mehut Akui Pembalakan Liar Masih Terjadi di Papua

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Illegal Logging. Ilustrasi
Foto: barometer.wwf.org.uk
Illegal Logging. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim pemantau UU Otonomi Khusus Papua DPR Alex Litaay mempertanyakan praktik ilegal logging (pembalakan liar) yang masih marak terjadi di Papua.  Keprihatinan tersebut disampaikan anggota DPR dari Fraksi PDIP itu dalam rapat kerja dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua dan Papua Barat di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (6/7).

 

Menanggapi hal itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, "Terus terang illegal logging masih ada di sana, tetapi sudah tidak sehebat waktu-waktu yang lalu," ujar Zulkifli.  Dari segi aturan, kata Zulkifli, pembalakan liar seharusnya sulit terjadi.

"Kecuali ada kerja sama seluruh stake holder, baru bisa terjadi," kata Zulkifli.  Jika itu terjadi, kayu log yang coba dikeluarkan dan dijual, niscaya tidak ada yang membelinya. 

 

Ia menyatakan itu terjadi setelah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan berlaku di seluruh dunia.  Mentan masih mendapat tanggapan dari anggota tim pemantau lainnya Paskalis Kossay yang mempertanyakan pemerintah agar illegal logging betul-betul tidak terjadi lagi.

Menanggapi hal itu, Zulkifli pun merujuk pada UU Otonomi Daerah dan PP 78 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang jadi kewenangan penuh pemerintah pusat adalah taman nasional, cagar alam, kawasan hutan dan kawasan konservasi. 

 

Padai area lain kewenangan pemda meliputi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), hutan lindung dan hutan produksi. "Karena itu bila pertanyaan siapa yang penanggung jawab dalam pemberantasan illegal logging, (berdasar) itu PP 78, yakni pemda. Tadi tadi sengaja gak saya sampaikan ini karena dipikir nanti kita salahkan pihak lain.  Kira-kira itu," ujar Zulkifli.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement