REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil di Indonesia tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya fenomena politik ini. "Calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dipasangkan secara spontan atau terpaksa oleh partai politik, bukan karena kecocokan chemistry antara keduanya," kata pengamat politik LIPI Siti Zuhro, Kamis (25/7).
Menurutnya, perbedaan latar belakang parpol membuat keduanya senantiasa kompetitif dan bahkan saling mencurigai. Akibatnya, di antara mereka tidak terbangun rasa saling percaya dan kemitraan yang kuat.
Kedua, ujar Zuhro, wakil kepala daerah merasa ikut berkeringat dalam memenangkan pilkada dan menuntut haknya kepada kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. "Konflik di antara keduanya pun tak terhindarkan, sehingga berujunglah pada pecah kongsi," imbuhnya.
Belakangan ini, mencuat rumor soal rencana pengunduran Rano Karno dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur Banten. Isu ini mulai dilontarkan politisi PDI Perjuangan, Dedi Gumelar yang mengaku mendengar sendiri rencana tersebut dari Rano. "Sempat terlintas mau mundur, tapi saya larang. Bu Megawati pun bilang tidak usah," kata pria yang akrab disapa Miing itu.
Menurutnya, ketidakcocokan di pemerintahan Provinsi Banten sudah ada dari awal. Di sisi lain, koalisi antara PDI P (partai yang mengusung Rano) dan Golkar (partai yang mengusung Ratu Atut Chosiyah) juga mulai menghadapi benturan.