REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dugaan suap penanganan kasus di Mahkamah Agung (MA). Yaitu staf Diklat MA Djodi Supratman dan seorang pengacara di bawah Hotma Sitompoel and Associates, Mario C Bernardo.
Salah satu kuasa hukum Mario, Tommy Sitohang tetap memastikan kliennya tidak melakukan suap. "Dengan tiga alasan, saya bisa pastikan itu bukan suap," kata Tommy Sitohan yang ditemui usai acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (27/7).
Tiga alasan tersebut yaitu, Mario Bernardo bukan kuasa hukum dari kasus tindak pidana penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito yang sedang berada di tingkat kasasi di MA. Kedua, pemberian uang ke Djodi juga tidak ada hubungannya dengan kasus tersebut.
Terakhir, ia meragukan adanya pemberian uang itu akan diberikan kepada Hakim Agung. "Jumlahnya Rp 80 juta. Kalau majelis itu tiga orang, mau terima berapa Hakim Agung itu? Saya tidak pernah dengar ada Hakim Agung mau terima Rp 20 juta," ujarnya.
Menurut dia, pemberian uang kepada Djodi bisa saja sebagai tunjangan hari raya (THR) lebaran. Ia juga membela kalau keberadaan Mario juga tidak ada kaitannya dengan pengacara kondang Hotma Sitompoel.
Karena sebelum bergabung dalam Hotma Sitompoel and associates, Mario punya kantor pengacara sendiri. Jadi ia memperkirakan ini merupakan kasus lama yang ditangani Mario saat masih memiliki kantor pengacara sendiri.
Ia juga menilai, untuk kasus Mario seharusnya dilakukan sidang kode etik selaku advokat di organisasi yang menaunginya, yaitu Kongres Advokat Indonesia (KAI). Jika memang ada pelanggaran yang dilakukan Mario, maka KAI akan melimpahkannya ke penegak hukum.
"Seharusnya etik dulu, kan bisa kita tanya apa benar begitu. Kalau memang ada pelanggaran pidana, baru kita serahkan. Bukan langsung tangkap," ujar pengacara yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.