REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mengimbau semua pihak di luar institusi Polri untuk tidak ikut campur dalam pergantian Kapolri. Hal itu dikarenakan ada institusi di luar Polri yang memanggil dan mewawancarai para jenderal polisi untuk dijadikan bakal calon Kapolri.
"Mekanisme pergantian Kapolri sudah jelas," kata Neta S Pane, Ketua Presidium IPW, kepada Republika, di Jakarta, Senin (12/8).
Menurut Neta, mekanisme pergantian Kapolri sudah jelas, yakni Baintelkam Polri menjaring, mendata, dan melacak track record bakal calon. Lalu menyerahkannya ke Dewan Jabatan dan Kepangkatan (Wanjak) yang dipimpin Wakapolri untuk kemudian menilai.
Hasilnya diserahkan ke Kapolri yang lalu menetapkan dua atau tiga nama calon untuk diserahkan kepada Presiden. Setelah memilih satu nama, Presiden menyerahkannya ke Komisi III DPR agar dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.
"Polri jangan mau diombang-ambingkan institusi lain, di luar Polri, apalagi dijadikan kelinci percobaan. Sebab yang berhak melakukan penilaian bahwa seorang perwira layak menjadi calon Kapolri atau tidak adalah institusi Polri, bukan institusi di luar Polri," ujar Neta.
Diutarakan Neta, mekanisme pergantian Kapolri harus dipahami dan dihormati para jenderal polisi yang berambisi ingin jadi Kapolri. "Kalau pun ada institusi di luar Polri yang menjaring nama-nama bakal calon, hal itu hanya sebatas referensi bagi Polri maupun presiden," katanya menegaskan.
IPW, menyayangkan jika ada institusi di luar Polri yang berani-beraninya memanggil dan mewawancarai para jenderal polisi untuk dijadikan bakal calon Kapolri. Hal itu sudah melampaui wewenangnya.
IPW mengingatkan, para jenderal polisi harus menjaga integritasnya sebagai pati Polri dan harus memahami bahwa pemilihan Kapolri adalah hak preogratif presiden yang mekanismenya melalui Wanjakti Polri.
"Jika para jenderal polisi terlalu gampang diombang-ambingkan dan dijadikan kelinci percobaan oleh institusi di luar Polri, nasib dan masa depan Polri akan semakin tidak jelas," pungkas Neta.