Jumat 16 Aug 2013 08:19 WIB

Cendikiawan: Indonesia Bisa Membantu Mesir Atasi Konflik Berdarah

Jasad demonstran pendukung presiden terguling Mesir, Muhammad Mursi, diletakkan di lantai di rumah sakit darurat di dekat Masjid Rabaa Adawiya, Kairo, Rabu (14/8).
Foto: EPA/Mosaab Elshamy
Jasad demonstran pendukung presiden terguling Mesir, Muhammad Mursi, diletakkan di lantai di rumah sakit darurat di dekat Masjid Rabaa Adawiya, Kairo, Rabu (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendikiawan Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, Muhammad Syamsi Ali mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa mengambil langkah nyata untuk membantu mengatasi konflik berdarah di Mesir.

"Indonesia bisa mengambil langkah-langkah praktis yang bersifat pemecahan masalah yang realistik," kata Syamsi yang juga imam di Islamic Center New York, AS, dalam surat elektroniknya yang diterima di Jakarta, Jumat (16/8), menanggapi krisis di Mesir yang kian memburuk.

Konflik antara pendukung mantan Presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi dengan pendukung pemerintahan baru hasil kudeta militer, makin memburuk. Korban jiwa dan luka-luka terus bertambah. Namun, jumlah korban dari rakyat Mesir lebih banyak ketimbang dari pihak militer. Bahkan, konflik tersebut membuat Wakil Presiden Mesir, Elbaradei telah mengundurkan diri.

Syamsi Ali mengaku sangat menghargai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menunjukkan kepedulian bagi penyelesaian konflik di Mesir. Namun, pernyataan keprihatinan akan kekerasan yang terjadi, dengan harapan terjadinya rekonsiliasi, di saat ribuan yang telah menjadi korban, belum cukup.

Menurut alumnus pascasarjana Universitas Islam Internasional, Pakistan, itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk membantu penyelesaian tragedi Mesir. Pertama, melakukan permintaan resmi agar dilakukan pertemuan darurat OKI (Organisasi Konferensi Islam) untuk mengambil langkah-langkah kongkret membantu mengatasi tragedi Mesir.

Kedua, menurut pria yang pernah mengajar di Islamic Education Foundation di Jeddah, Arab Saudi, Pemerintah Indonesia bisa meminta pertemuan darurat Komisi HAM PBB untuk membahas pelanggaran kemanusiaan atas pembantaian massif di Mesir.

"Kehati-hatian Pemerintah Indonesia dapat dipahami, salah satunya, karena ingin tetap terjadinya perlindungan maksimal terhadap warga Indonesia di Mesir, khususnya para mahasiswa. Tetapi tidak ada salahnya jika tegas. Sikap tegas Pemerintah Indonesia tidak saja akan menjadi benteng pertahanan nilai demokrasi Indonesia, namun juga menjadi kontribusi besar bagi Islam terhadap demokrasi. Bahkan menjadi kontribusi bagi proses demokratisasi dunia," katanya.

Direktur Jamaica Muslim Center di AS itu mengingatkan, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar, berpenduduk terbesar keempat, dan dikenal sebagai negara demokrasi ketiga setelah AS dan India.

Bahkan secara ekonomi global pun Indonesia diakui sebagai negara di antara negara-negara emerging economic power, merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Asia setelah Cina.

Belum lagi peran Indonesia di Gerakan Non-Blok, OKI, APEC, ASEAN, dan sebagai anggota G-20. "Itu semua yang menjadikan Indonesia memili posisi tawar di dunia internasional," katanya.

Apalagi, kata Syamsi menambahkan, Indonesia seringkali dianggap sebagai sebuah negara model pertautan antara Islam dan demokrasi, sehingga seharusnya ada kewajiban moral untuk menjaganya dan bahkan menularkannya, khususnya kepada negara-negara Islam di Timur Tengah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement