Rabu 21 Aug 2013 15:25 WIB

Pengamat Diminta Objektif 'Ngomong' Soal Industri Migas

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ladang minyak, ilustrasi
Foto: Antara
Ladang minyak, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengamat diminta bijak menanggapi  penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Tugas Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) Rudi Rubiandini. Mereka diharapkan memegang prinsip proporsional, objektif, dan valid.

Bila prinsip ini tidak dipegang, reputasi dan citra industri hulu migas akan semakin terpuruk dan dampaknya para pekerja di lapangan sebagai ujung tombak industri ini sulit melaksanakan tugasnya.

Hal itu dikemukan oleh Ketua Forum Komunikasi Kehumasan Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (FKK IHM) Joang Laksanto menanggapi  perkembangan kasus penangkapan Kepala SKK Migas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.

Kasus Penangkapan Kepala SKK MIGAS sangat mengejutkan para praktisi kehumasan di industri hulu migas. Peristiwa ini sama mengejutkannya ketika dibubarkannya BP Migas beberapa waktu lalu. Namun, kita semua yakin apapun yang telah terjadi adalah demi perbaikan di industri hulu migas.

Menurut dia, peristiwa ini menjadikan semakin beratnya tugas para praktisi di industri hulu migas untuk menjaga citra dan reputasi industri ini.

“Apalagi kini muncul komentar-komentar dari pihak-pihak yang kurang memahami proses dan kegiatan industri yang selama ini diatur dan diawasi ketat oleh negara,” papar Joang Laksanto. Menurutnya, jika citra industri ini semakin terpuruk, maka dapat berdampak pada investasi dan turunnya kegiatan operasi dan produksi lebih jauh.

Terkait dengan hal tersebut, FKK IHM terus mendorong dijunjungnya tata kelola usaha yang baik dan bersih (good and clean corporate governance) di industri migas dengan  tetap menjaga profesionalisme demi terciptanya industri migas yang memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

 

 

 

_

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement