REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPRD Jawa Timur menyoroti upaya sertifikasi pengemudi angkutan umum agar tidak menimbulkan potensi pengangguran. Sebab, ada kemungkinan 40 persen para pengemudi tersebut dinilai tidak memenuhi syarat.
Anggota komisi D DPRD Jatim, Kartika Hidayati mengatakan, bila Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim ingin memberlakukan uji profesi terhadap para pengumudi. Maka diperlukan siasat awal agar tidak memunculkan masalah baru.
"Kalau perlu, mereka diberikan pemahaman dan pendidikan terlebih dahulu agar tingkat ketidakkelolosannya rendah," kata Kartika kepada Republika saat dikonfirmasi, Kamis (22/8).
Kalau memang ada sertifikasi terhadap para pengemudi, menurut dia, pihak dewan sangat mendukung. Apalagi kalau mereka dibekali pemahaman teknis yang nantinya mendukung kemahiran serta kepiawaian berkendara, seperti tidak melanggar rambu dan pengendalian kecerdasan emosional.
Dia berharap, rekomendasi profesi itu efektif dalam mengurangi angka kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia, human error. Adapun yang menjadi penekanan dari pihaknya, kata Kartika, seperti tingkat emosional, kejiawaan dan kecenderungan penggunaan konsumsi alkohol, narkoba atau obat-obatan.
"Supir yang teledor, sangat membahayakan penumpang. Jadi mereka harus dipastikan bebas dari penggunaan konsumsi obat-obatan," ujarnya.
Selain masalah pengemudi, Kartika juga meminta adanya perhatian terhadap kelayakan kendaraan. Sebab, masalah teknis seperti kerusakan dan usia kendaraan menjadi indikasi pemicu kecelakaan lalu lintas.
Ketua Organda Jatim Mustafa mengatakan, pihaknya tentu akan melakukan pembekalan terhadap pengemudi sebelum mereka melakukan tes profesi itu. Dia mengatakan, sangat mendukung upaya MTI memberlakukan sertifikasi pengemudi.
"Ini juga kan bersifat internasional. Dengan begitu, peluang karier pengemudi lebih terbuka lebar," ujarnya.